tulisan ini juga dapat dibaca pada blog saya yang lain
(klik).
Silvani Putri Aditya
Sabtu, 12 Januari 2013
Jumat, 11 Januari 2013
Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan dan Persalinan PART II
5. Deskripsi kondisi sosial budaya
setempat
Masyarakat memiliki kebudayaan yang mencakup aturan –
aturan, norma – norma, pandangan hidup yang dijadikan acuan dalam mengatur
perilaku kehidupan bermasyarakat. Pada masyarakat Jawa yang menganut pola garis
keturunan patrilineal maka dalam adat kebiasaan keluarga, peranan suami
/ ayah sangat berpengaruh. ayah / suami sebagai kepala rumah tangga adalah
perantara dalam penentuan nasib termasuk yang menguasai sumber-sumber ekonomi
keluarga (Herkovits dalam Susilowati, 2001).
Dalam masyarakat Jawa, kehamilan (dan kemudian
kelahiran bayi) merupakan peristiwa yang penting dalam siklus hidup manusia.
Oleh karena itu ibu dan keluarga melakukan serangkaian aktivitas ritual untuk
menyambutnya. Faktor kekerabatan (suami, orang tua, nenek) masih memberikan
peran yang penting dalam tindakan-tindakan si ibu berkaitan dengan kehamilan,
persalinan dan pasca persalinan, baik dalam memberikan nasehat (karena mereka
sudah berpengalaman menjalani peristiwa tersebut) maupun pengambilan keputusan
siapa penolong persalinan dan sarana pelayanan apakah yang akan
dipergunakan.
Selama kehamilan, biasanya ibu akan melakukan berbagai
upaya agar bayi dan ibunya sehat dan dapat bersalin dengan selamat, nor- mal
dan tidak cacat. Sebagian masyarakat masih berpantang makan makanan tertentu
seperti udang atau kepiting dan buah nanas, walaupun menurut kesehatan
pantangan makanan tertentu tidak dibenarkan apalagi kalau makanan tersebut
bergizi. Selama kehamilan juga ada pantangan yang harus diperhatikan ibu dan
bapak misal: tidak boleh menyiksa atau membunuh binatang dan tidak boleh
mengejek orang yang cacat supaya si bayi dapat lahir dengan selamat dan
tidak cacat. Terutama keluarga dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi,
seiring dengan kemajuan jaman sudah banyak yang tidak mempercayainya begitu
juga dengan sebagian responden penelitian.
Informan/ responden dari tokoh masyarakat, tokoh agama
dan PLKB menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat masih memperingati
upacara 7 bulan bayi dalam kandungan khususnya bagi anak pertama, termasuk
sebagian besar responden ibu yang telah diwawancarai. Di daerah lain pada suku
Jawa upacara tersebut disebut mitoni, sedangkan di Kabupaten Jepara
disebut munari. Munari merupakan upacara selamatan dengan nasi tumpeng
yang puncaknya adalah nasi ketan berwarna kuning yang diibaratkan cahaya
sebagai simbol bahwa pada usia kehamilan ketujuh si janin sudah mempunyai roh
atau nyawa. Acara munari ini seringkali dilengkapi dengan upacara seperti
halnya mitoni yaitu si ibu ganti kain tujuh kali, memecahkan kelapa gading yang
berukir gambar tokoh wayang Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih (dua dewa / dewi
dalam pewayangan yang terkenal ketampanan dan kecantikannya) dengan harapan si
bayi nantinya akan tampan seperti Dewa Kamajaya dan cantik seperti DewiKamaratih. Upacara ini seringkali dipimpin oleh dukun bayi atau orang yang
dituakan di dalam keluarga tersebut. Di dalam upacara tersebut suami harus
terlibat dalam rangkaian upacara.
Keterlibatan/ partisipasi suami selama masa
kehamilan istri cukup besar baik dalam bentuk aktivitas mengantar istri
memeriksakan kandungan ke bidan / dokter, berusaha memenuhi keinginan istri
yang sedang nyidam maupun mengingatkan agar istrinya lebih banyak makan makanan
yang bergizi. Para suami terutama yang berpendidikan cukup tinggi cenderung
melarang bila istrinya berpantang makanan tertentu. Menurut pandangan mereka,
sepanjang yang dimakan ibu hamil memenuhi kriteria sehat dan bergizi baik untuk
ibu dan bayi maka tidak dibenarkan untuk berpantang walaupun pada masyarakat
sekitar masih berlaku pantangan makan makanan tertentu atau bertingkah laku
tertentu pada saat istrinya hamil.
Muis (1996) dalam penelitiannya di Kota Semarang
menyebutkan bahwa para orang tua/ mertua sangat berperan dalam menentukan,
menasehati dan menyarankan anaknya/ menantunya untuk periksa hamil pada bidan
atau memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan. Sutrisno (1997)
dalam penelitiannya di Kabupaten Purworejo juga mengungkapkan bahwa suami,
orang tua dan mertua adalah anggota kelompok referensi yang paling sering
memberikan anjuran memilih tenaga penolong persalinan. Susilowati (2001)
dalam penelitiannya di Kabupaten Semarang juga menemukan bahwa suami sangat
dominan dalam pengambilan keputusan rumah tangga sehari-hari, tetapi dalam
menentukan penolong persalinan dan tempat bersalin yang dominan adalah orang
tua dan mertua. Pada saat menghadapi masalah medis persalinan masih diperlukan
musyawarah keluarga untuk merujuk ibu bersalin ke rumah sakit.
Menurut responden tokoh masyarakat dan tokoh agama,
kelahiran bayi adalah suatu peristiwa yang perlu dirayakan dengan upacara
tertentu. Masyarakat Kabupaten Jepara yang mayoritas beragama Islam biasa
melakukan serangkaian acara mulai dari pembacaan adzan pada telinga
kanan bayi sesaat setelah kelahirannya, dilanjutkan dengan pencucian plasenta
bayi atau ari-ari, diberi doa dan dan dimasukkan dalam wadah
tertutup dari tanah liat dan diberi kembang telon (bunga tiga warna) dan
dikuburkan di depan rumah/ teras serta diterangi sentir/ teplok
(lampu minyak) pada malam hari. Pelaku dari semua upacara ini adalah suami
dari istri yang baru saja melahirkan. Berdasarkan pengamatan di depan rumah
beberapa rumah responden ,yang kebetulan baru beberapa hari melahirkan,
terdapat gundukan tanah yang ditutupi dengan pagar dari bambu dan diberi lampu
minyak dan mereka menjelaskan bahwa plasenta bayi telah mereka kuburkan di
situ.
Di daerah Jepara dikenal upacara krayanan atau brokohan
atau selapanan yaitu upacara pada saat bayi berusia 35 hari untuk
memberi nama bayi dengan cara berdoa bersama dan bancakan atau selamatan
dengan nasi urap / sego gudangan rambanan reno pitu .
Bersamaan dengan upacara krayanan tersebut juga diadakan upacara adat walikan
atau resikan. Upacara ini lebih ditujukan untuk si ibu bayi
karena sudah selesai menjalani masa nifas dan siap untuk melayani suaminya
kembali. Pada saat selamatan itu si ibu dirias secantik mungkin. Di dalam
upacara ini kehadiran dukun bayi juga penting, terutama bila mereka yang menolong
kelahiran bayinya.
Menurut responden, dukun bayi dirasakan
mempunyai beberapa kelebihan disbanding bidan / dokter yaitu dukun bayi mampu
memberikan pelayanan yang paripurna mulai dari menolong persalinan sampai
memimpin upacara kelahiran bayi. Dukun bayi juga siap setiap saat dibutuhkan,
memberikan rasa nyaman dan aman karena mereka kebanyakan dituakan, begitu juga
hubungan kekeluargaan membuat kehadiran dukun bayi dalam hal tertentu sulit
digantikan oleh bidan. Kepala Puskesmas dan bidan serta PLKB yang
diwawancarai menyadari bahwa dukun bayi masih dibutuhkan oleh masyarakat, oleh
karena itu program pelatihan dukun bayi dan pembinaan serta pendampingan oleh
bidan Puskesmas merupakan program yang terus dijalankan. Di sisi lain mereka
mengupayakan peningkatan peran bidan dan bidan di desa (BDD) tetapi
mengusahakan agar tidak lahir dukun bayi baru karena adanya target cakupan
tertentu dari ANC dan persalinan oleh tenaga kesehatan serta eliminasi
tetanus neonatorum (ETN) yang harus diupayakan menjadi angka nol.
Pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak bersih dan steril merupakan
salah satu penyebab utama adanya tetanus neonatorum. Dukun yang belum
dilatih seringkali melakukan pemotongan dan perawatan tali pusat secara tidak
higienis seperti diberi kunyit atau apu (kapur gamping yang basah),
tetapi saat ini hal tersebut hampir tidak pernah ditemui karena semua dukun
bayi di desa lokasi penelitian sudah dilatih oleh Puskesmas.
Nuansa Islam yang cukup kuat mewarnai adat dengan
adanya upacara kekahan atau aqiqah yaitu ungkapan rasa bersyukur
pada Tuhan YME atas anugerah anak dan sebagai salah satu kewajiban orang tua
dalam ajaran Islam terhadap anaknya. Pada acara kekahan ini untuk anak
laki-laki akan disembelih dua ekor kambing, sedangkan bila anak perempuan cukup
satu ekor kambing. Daging yang sudah dimasak dibagikan kepada para tamu dan
tetangga.Adat kekahan tidak mesti harus segera dilakukan setelah bayi lahir
tetapi bisa sampai dengan menjelang remaja. Kekahan biasanya dilakukan oleh
keluarga yang cukup mampu.
Perilaku positif lainnya yang masih dijalankan seperti
halnya kebiasaan para ibu dari suku Jawa setelah melahirkan yaitu kebiasaan
minum jamu dengan tujuan agar ASI mereka lancar serta untuk menjaga
kesehatan dan kebugaran ibu. Jamu wejah diminum agar ASI lancar dan jamu
beras kencur agar badan tidak terasa capek dan jamu pilis yang
ditempelkan di dahi agar kepala terasa ringan dan tidak pusing. Selama masa
nifas ada pantangan berhubungan seksual. Hal positif ini sejalan dengan
kesehatan dan larangan dalam agama Islam yang mayoritas mereka anut.
Perilaku yang kurang mendukung selama masa nifas
yaitu pantang makanan tertentu yang lebih dikaitkan dengan si bayi antara lain
agar ASI tidak berbau amis antara lain daging dan ikan laut. Kebiasaan kurang
baik lainnya yang masih ada yaitu bayi digedhong atau membungkus bayi
dengan jarik (kain batik pelengkap busana kebaya) agar bayi hangat dan
diam. Bila hal ini dilakukan terus menerus akan berpengaruh pada aktivitas bayi
dan pertumbuhan tulangnya.
Apabila bayi lahir cacat (bibir sumbing) atau bayi
lahir dengan sungsang yang dahulu seringkali dikaitkan dengan kesalahan masa
lalu orang tuanya atau orang tuanya melanggar pantangan tertentu maka sebagian
besar responden menganggap hal tersebut tidak benar. Bayi lahir sungsang atau
bibir bayi sumbing mereka percayai semata-mata karena masalah kesehatan.
SIMPULAN
Praktik perawatan kehamilan, persalinan bayi dan nifas di lokasi penelitian telah banyak mendukung upaya kesehatan reproduksi antara lain: periksa hamil. Bidan adalah pilihan pertama sebagai penolong persalinan tetapi dukun bayi juga masih diminati. Peran suami cukup menonjol dalam masa kehamilan, persalinan bayi dan nifas. Tradisi budaya Jawa seperti minum jamu, pantang makanan tertentu, pijat untuk kebugaran ibu setelah melahirkan masih mereka jalankan. Nuansa budaya Jawa tercermin pada berbagai ritual budaya yang diwarnai oleh agama (Islam) yaitu mulai dari mitoni (munari), krayanan (brokohan),resikan (walikan) dan kekahan (aqiqah).
Praktik perawatan kehamilan, persalinan bayi dan nifas di lokasi penelitian telah banyak mendukung upaya kesehatan reproduksi antara lain: periksa hamil. Bidan adalah pilihan pertama sebagai penolong persalinan tetapi dukun bayi juga masih diminati. Peran suami cukup menonjol dalam masa kehamilan, persalinan bayi dan nifas. Tradisi budaya Jawa seperti minum jamu, pantang makanan tertentu, pijat untuk kebugaran ibu setelah melahirkan masih mereka jalankan. Nuansa budaya Jawa tercermin pada berbagai ritual budaya yang diwarnai oleh agama (Islam) yaitu mulai dari mitoni (munari), krayanan (brokohan),resikan (walikan) dan kekahan (aqiqah).
Masih diperlukan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)
yang terus menerus yang bertujuan untuk mempertahankan praktek yang positif dan
mengurangi/ menghilangkan pemahaman nilai-nilai yang tidak mendukung kesehatan
reproduksi.
- KEPUSTAKAAN
Departemen Kesehatan RI. 1998. Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1999. Materi Ajar Modul Safe Motherhood, kerjasama Depkes RI dengan Fakultas Kesehatan masyarakat niversitas Indonesia. - Departemen Kesehatan RI. 2000. Visi Indonesia Sehat 2010. Jakarta.
- Departemen Kesehatan RI. 2001. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia tahun 2001 – 2010. Jakarta.
- Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta.
- Departemen Kesehatan RI. 2004. Panduan Marketing Public Relation. Materi MPS, bagian Proyek PUK – SMPPA, Propinsi Jawa Tengah. Semarang.
- Muhammad, Kartono. 1996. Prioritas Pelayanan Kesehatan Reproduksi dalam Seksualitas Kesehatan Reproduksi dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. PPK UGM. Yogyakarta.
- Muis, Fatimah, dkk. 1996. Kualitas Pelayanan Persalinan di Jawa Tengah; Studi di Kotamadya Semarang. Pusat penelitian Kesehatan dan Pusat Studi Wanita Lembag Penelitian Universitas Diponegoro. Semarang.
- Sutresno, Ismail J. 1997. Persepsi perilaku Ibu hamil dan Masyarakat terhadap Resiko kehamilan dan Persalinan di Kabupaten Purworejo. tesis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis bidang studi Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
- Susilowati, Rini. 2001. Pola Pengambilan Keputusan Keluarga dan Penolong Persalinan dalam Memutuskan Merujuk Ibu Bersalin ke Rumah Sakit pada Kasus Kematian Ibu Bersalin di Kabupaten Semarang. tesis pada Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan dan Persalinan
Sosial
Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan dan Persalinan
Background : Reproductive health is focusing
on the reproductive aspect of women which are considerable problems on
sexuality and reproduction, such as ante-natal care, delivery process,
postpartum treatment etc. Maternal mortality rate and infant
mortality rate are some indicators of reproductive health, where in Indonesia
those rate are still high rather than some neighboring countries. Previous
research showed that socio-cultural and demographic factors influence the high
maternal and infant mortality rate. The purpose of this study was to describe
socio- cultural aspect towards ante-natal care, delivery process and post
–partum treatment among Javanese.
Method: The design study was observational with cross sectional approach. The research took place in Jepara Region, Central Java. The population study was women in reproductive age and total number of the sample was 60 women. Data were collected through questionnaire using in – depth interview guide. Socio- cultural factors data were gathered through in-depth interview with health providers, such as doctors, midwives as well as religious people and community leader.
Results: This study found that the majority of the respondents (96.7%) did antenatal care, assisted by doctors or midwifes, accompanied by their husband (76.6%), done every month (48.3%). Midwife is health provider who was mostly chosen by respondents furthermore by traditional birth attendance (18,4%). The accompanying reasons were the distance between the home and the location, skill and the complete of the apparatus. Most of the respondent (93%) accompanied by their husband during birth process. During post- partum period, they took traditional medicine and also massage. This study found that there is no special food has been consumed during antenatal and post-partum period. Ritual activities have done such as mitoni (munari), krayanan (brokohan), resikan (walikan) and kekahan (aqiqah) since pregnancy until post-partum period. (Keywords : Antenatal care, Reproductive health, Postpartum.)
Method: The design study was observational with cross sectional approach. The research took place in Jepara Region, Central Java. The population study was women in reproductive age and total number of the sample was 60 women. Data were collected through questionnaire using in – depth interview guide. Socio- cultural factors data were gathered through in-depth interview with health providers, such as doctors, midwives as well as religious people and community leader.
Results: This study found that the majority of the respondents (96.7%) did antenatal care, assisted by doctors or midwifes, accompanied by their husband (76.6%), done every month (48.3%). Midwife is health provider who was mostly chosen by respondents furthermore by traditional birth attendance (18,4%). The accompanying reasons were the distance between the home and the location, skill and the complete of the apparatus. Most of the respondent (93%) accompanied by their husband during birth process. During post- partum period, they took traditional medicine and also massage. This study found that there is no special food has been consumed during antenatal and post-partum period. Ritual activities have done such as mitoni (munari), krayanan (brokohan), resikan (walikan) and kekahan (aqiqah) since pregnancy until post-partum period. (Keywords : Antenatal care, Reproductive health, Postpartum.)
PENDAHULUAN
Konsep Kesehatan Reproduksi yang diperkenalkan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo, Mesir, tahun 1994 yang menekankan kondisi kesehatan yang lengkap tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, akan tetapi meliputi aspek mental dan sosial, yang berkorelasi dengan bekerjanya fungsi sistem serta proses reproduksi.
Konsep Kesehatan Reproduksi yang diperkenalkan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo, Mesir, tahun 1994 yang menekankan kondisi kesehatan yang lengkap tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, akan tetapi meliputi aspek mental dan sosial, yang berkorelasi dengan bekerjanya fungsi sistem serta proses reproduksi.
Bertolak dari konsep kesehatan reproduksi tersebut,
sasaran program kesehatan reproduksi difokuskan pada wanita sepanjang masa
reproduksinya atau wanita usia subur, yaitu sejak wanita tersebut mendapatkan
menstruasi pertama sampai dengan masa menopause (antara 15 tahun
hingga 49 tahun), baik menikah maupun tidak menikah. Program-program kesehatan
reproduksi meliputi pendidikan kehidupan keluarga, pencegahan kehamilan remaja,
pencegahan penyakit menular seksual, perawatan kehamilan, pertolongan
persalinan, perawatan nifas, pertolongan bayi baru lahir, dan keluarga
berencana yang meliputi pemakaian alat.
kontrasepsi, peningkatan kemandirian ber KB dan
kegiatan-kegiatan yang mendukung Program Pembangunan Keluarga Sejahtera (BKKBN,
1998)
Beberapa kendala masih ditemui di dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi antara lain adanya
realita tentang kurangnya kesatuan pengertian tentang kesehatan reproduksi,
kurang tersedianya infra strukkur di setiap kabupaten/ kota, adanya variasi
geografis, aspek sosial budaya serta tingkat sosio ekonomi yang relatif
terbatas (BKKBN, 1998).
Salah satu indikator kurang berhasilnya pro- gram
kesehatan reproduksi, ialah relatif masih tingginya angka kematian ibu
melahirkan (AKI). Angka kematian bayi baru lahir (IMR) menurut perkiraan
SDKI tahun 1997 yaitu 25 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2001)
Angka kematian ibu (AKI) menurut SKRT tahun 1986 adalah 450/ 100.000 kelahiran
hidup mengalami penurunan yang lambat menjadi 373/ 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 1995 dan turun lagi menjadi 51/ 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2001.
Angka ini 3 – 6 kali lebih besar dari negara- negara di ASEAN dan 50 kali lebih
besar angka di negara maju. Indonesia menetapkan target penurunan AKI dari 115/
100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 75/ 100.000 pada tahun 2015 dan
penurunan angka kematian bayi (AKB) menjadi 35/ 1000 kelahiran hidup di
tahun 2015. (Depkes RI, 2002)
Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemerintah
menetapkan target pada tahun 2010 yaitu: 1).menurunkan angka kematian ibu
menjadi 125/100.000 kelahiran hidup, 2). menurunkan angka kematian neonatal
menjadi 15/1000 kelahiran hidup serta target proses dan output diantaranya
adalah meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan trampil menjadi
85% (Depkes RI, 2004). Untuk mencapai tar- get tersebut, strategi yang
diterapkan yaitu Making Pregnancy Safer (MPS) yang
mempunyai visi : semua perempuan di Indonesia dapat menjalani kehamilan dan persalinan
dengan aman serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat (Depkes RI, 2004).
Empat pilar strategi utama MPS yang konsisten dengan
Indonesia Sehat 2010 yaitu :
1). meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost effective dan berdasarkan bukti-bukti yang didukung dengan 2). membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektoral dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS, 3). mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, 4). mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001)
1). meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost effective dan berdasarkan bukti-bukti yang didukung dengan 2). membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektoral dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS, 3). mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, 4). mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001)
Tingginya angka kematian maternal yang berhubungan
dengan kehamilan dan persalinan dipengaruhi oleh faktor- faktor di dalam dan di
luar kesehatan / medis. Pelayanan obstetri yang tepat guna dan
memadai bila tersedia belum menjamin pemanfaatannya oleh masyarakat karena
adanya hambatan jarak , biaya dan budaya. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat
dalam pengenalan tanda bahaya dan pencarian pertolongan profesional seringkali
belum memadai. Di banyak negara berkembang masih ditemukan hambatan akses yaitu
berupa ketidakberdayaan wanita dalam pengambilan keputusan sementara peran
suami, ibu atau mertua sangat dominan dan banyak faktor lain yang menyebabkan
keterlambatan dalam rujukan.
Secara umum dikenal tiga jenis terlambat yaitu
:1).terlambat dalam mengambil keputusan merujuk yang merupakan langkah pertama
untuk menyelamatkan ibu yang mengalami komplikasi obstetri, 2).
terlambat dalam mencapai fasilitas kesehatan yang dipengaruhi oleh jarak,
ketersediaan dan efisiensi sarana trasnportasi serta biayanya, 3). terlambat
dalam memperoleh pertolongan di fasilitas kesehatan yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor : jumlah dan ketrampilan tenaga kesehatan, ketersediaan peralatan,
obat, transfusi darah dan bahan habis pakai serta manajemen dan kondisi
fasilitas pelayanan (Depkes RI, 1999).
Proses reproduksi berawal dari sebelum terjadi konsepsi, sebelum terjadi pembuahan oleh sperma terhadap sel telur, kemudian terjadi konsepsi, hamil, lahir, bayi, remaja, usia produktif dan usia lanjut. Dengan demikian kesehatan reproduksi dimulai sejak masa remaja hingga usia lanjut (Muhammad,1996). Untuk menjamin terjadinya kesehatan reproduksi yang optimal perlu pelayanan kesehatan reproduksi yang berkesinambungan, sejak remaja hingga usia lanjut.
Proses reproduksi berawal dari sebelum terjadi konsepsi, sebelum terjadi pembuahan oleh sperma terhadap sel telur, kemudian terjadi konsepsi, hamil, lahir, bayi, remaja, usia produktif dan usia lanjut. Dengan demikian kesehatan reproduksi dimulai sejak masa remaja hingga usia lanjut (Muhammad,1996). Untuk menjamin terjadinya kesehatan reproduksi yang optimal perlu pelayanan kesehatan reproduksi yang berkesinambungan, sejak remaja hingga usia lanjut.
Kesehatan reproduksi kaum remaja ditekankan pada
kegiatan pendidikan kehidupan keluarga, pencegahan kehamilan remaja dan
pencegahan penyakit menular. Sedang pada masa perkawinan dalam kondisi
produktif kesehatan reproduksi yang perlu diupayakan meliputi perwatan
kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan bayi baru lahir, perawatan nifas
dan praktek keluarga berencana, dan upaya-upaya ini sering disebut
sebagai safe-motherhood. Pada masa usia lanjut, kesehatan
reproduksi berkaitan dengan upaya skrining keganasan tumor dan menopause
(Muhammad, 1996).
Kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi
lingkungan (kondisi geografis) berpengaruh terhadap kesehatan
reproduksi. Situasi budaya dalam hal ini adat istiadat saat ini memang tidak
kondusif untuk help seeking behavior dalam masalah kesehatan
reproduksi di Indonesia (Muhammad, 1996). Hal ini dikemukakan berdasarkan
realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya sudah terbiasa menganggap
bahwa kehamilan merupakan suatu hal yang wajar yang tidak memerlukan antenal
care. Hal ini tentu berkaitan pula tentang pengetahuan dan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya antenal care dan pemeliharaan kesehatan reproduksi
lainnya.
Tingginya angka kematian bayi dan
ibu bersalin serta faktor penyebabnya baik dari segi kesehatan/ medis maupun
diluar kesehatan mendorong penulis untuk meneliti bagaimanakah praktek
perawatan kehamilan, persalinan dan nifas serta deskripsi sosial budayanya.
Karena luasnya bidang kajian kesehatan reproduksi maka dalam tulisan ini
dibatasi pada masa kehamilan yaitu perawatan kehamilan, kelahiran (persalinan)
bayi dan masa nifas (perawatan nifas).
1.
Karakteristik
Responden
Mayoritas responden berumur 20
sampai 29 tahun (43,3%0 dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah lulus SD
(31,7%) dan penghasilan keluarga responden terbanyak adalah Rp.400.000,-
perbulan atau rata-rata dibawah UMR Jawa Tengah.
2.
Praktik
perawatan kehamilan
Hampir semua responden menjawab
pernah melakukan perawatan kehamilan (96,7%)dengan cara memeriksakan diri ke
petugas kesehatan (bidan / dokter) (80%). Sebanyak 20% responden menyatakan
tidak melakukan aktivitas seksual pada saat hamil dan 26,7% lainnya menyatakan
kadang-kadang.Apabila ada keluhan ketika hamil 41,7% memeriksakan diri ke
petugas kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan pemeriksaan kehamilan pada
tri-mester pertama sebanyak 48,3%, sedangkan 23,3% lainnya memeriksakan diri
dua kali dan sebanyak 13,4% responden memeriksakan kehamilan setiap yang
dikarenakan gangguan kehamilan seperti mual dan muntah. Menurut Depkes RI
(1998) frekuensi pelayanan ANC
yang dianjurkan minimal 4 kali selama kehamilan
yaitu: minimal 1 kali pada tribulan pertama, mini- mal 1 kali pada tribulan
kedua dan minimal 2 kali pada tribulan ketiga. Sebanyak 36,6% responden
melakukan pantang makanan tertentu karena diperkirakan akan mengganggu diri dan
janinnya. Hal yang menggembirakan adalah keterlibatan suami dalam periksa kehamilan
cukup besar yaitu 76,6%.
3.
Praktik
Persalinan
Bidan paling banyak dipilih oleh
responden sebagai penolong persalinan (63,3%) disusul dengan dukun bayi
(18,4%). Beberapa alasan yang dikemukakan oleh responden terhadap penolong
persalinan yaitu faktor pengalaman kerja (33,3%), kompeten dalam bidangnya
(30%), sedangkan 35% lainnya mempunyai alasan pengalaman pertolongan persalinan
sebelumnya, pelayanan lengkap (terutata dukun bayi) dan alasan keterdekatan
dengan rumah responden. Lokasi tempat pelayanan (kedekatan dengan tempat
tinggal) serta peralatan lengkap dan tenaga trampil merupakan alasan terbanyak
mengapa mereka memilih sarana pelayanan. Walaupun ada 43,3% yang menyatakan
setuju dilayani oleh dokter
/ bidan
perempuan tetapi ada 50% lainnya yang tidak memasalahkan bila dilayani
oleh dokter pria. Hal yang menggembirakan, senada dengan keterlibatan suami
dalam periksa kehamilan, hampir semua responden (93,4%) menyatakan suami mereka
berpartisipasi dalam menyambut persalinan bayi mereka.
4.
Praktik perawatan nifas
Dalam hal praktek perawatan selama
masa nifas (setelah ibu melahirkan sampai dengan sekitar 35- 40 hari) beberapa
data dapat dipaparkan. Minum jamu yang merupakan kebiasaan sebagian masyarakat
suku Jawa juga dilakukan oleh hampir semua responden saat nifas. Hanya
satu orang (1,7%) yang dengan jujur menyatakan melakukan hubungan seksual saat
nifas, walaupun ini tidak dianjurkan oleh kesehatan dan juga agama (Islam).
Selama masa nifas sebagian responden (41,7%) berpantang mengkonsumsi daging dan
ikan. Pijat badan untuk mengembalikan kebugaran tubuh setelah bersalin
dilakukan oleh 83,3% responden.
Kamis, 20 Desember 2012
Kistosarkoma Fillodes
Kistosarkoma
Fillodes/Tumor Fillodes
Penyakit ini
adalah fibroadenoma yang tumbuh meliputi seluruh mamma. Ada kalanya demikian
besar nyaris tidak tergendong oleh penderita.
Nama
kistosarkoma fillodes berasal dari Muller (1838) karena mengandung kista-kista
besar di antaranya banyak sekali jaringan ikat sehingga waktu itu diduga
sarkoma. Di permukaan tumor terdapat banyak jaringan yang mengingatkan kita
pada lembaran-lembaran buku (phyllon).
Tumor ini
biasanya jinak, tetapi beberapa diantaranya mempunyai potensi untuk menjadi
fibrosarkoma. Tumor ini timbul biasanya pada umur 35-40 tahun. Kulit diatas
tumor mengkilap, regang, tipis, merah dengan pembuluh-pembuluh balik yang
melebar dan panas.
Pembesaran
kelenjar regional atau metastasis jarang ditemukan. Hal ini yang jadi petunjuk
untuk membedakan tumor ini dari kanker, karena jarang sekali kita menemukan
kanker payudara dengan ukuran diameter 10-15 cm yang tidak bermetastasis dan
menginfiltrasi kulit atau toraks.
Oleh karena
tumor ini cepat tumbuhnya, kadang-kadang perdarahannya tidak mencukupi dan
sering timbul nekrosis dan radang pada kulit. Tumor ini kadang-kadang (walaupun
menurut pemeriksaan patologik jinak) memberikan residif. Maka tindakan sebagai
terapi, sesuai dengan sifatnya yang mempunyai potesi untuk ganas, juga lebih
radikal dari fibroadenoma. Biasanya dilakukan mastektomi ditambah dengan
pengangkatan fasia pektoralis, pascabedah diberi radiasi.
Sarkoma
Definisi:
Sarkoma adalah
kumpulan sel abnormal yag terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus
secara tidak terbatas/berlebihan (proliferasi), tidak berkoordinasi dengan
jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh, yang berasal dari jaringan
mesodermal. Sarkoma merupakan tumor ganas (kanker).
Makroskopik
jaringan sarkoma homogen, menyerupai daging (sark=daging) atau menyerupai
subtantia alba otak bila sarkoma itu lebih seluler. Berlainan dengan karsinoma
maka sarkoma tumbuhnya lebih ekspansif dari pada infiltratif sehingga merupakan
tonjolan dengan batas-batas yang masih jelas.
Konsistensinya berbeda-beda,
tetapi yang sering biasanya lunak seperti jaringan otak. Sarkoma sering mengalami degenarasi mukoid atau
mikrosomatosa, nekrosis dan perlunakan. Yang paling sering ialah terjadinya
perdarahan akibat banyaknya pembuluh darah berdinding sangat tipis.
Gambaran
histologik seperti kasrsinoma, sarkoma pun terdiri atas sel-sel tumor dan
stroma. Sarkoma yang berdifensiasi buruk, sel-selnya lebih banyak, sedangkan
stromanya hanya sedikit. Bila difensiasi lebih baik, maka jumlah stromanya
lebih banyak. Stroma ini berbeda-beda, tergantung pada jenis jaringan asalnya.
Osteogenic sarcoma terdiri atas jaringan osteoid, sedangkan pada fibrosarcoma
stromanya terdiri atas serabut kolagen atau retikulin.
Perbedaan sarkoma dengan karsinoma
Sarkoma
|
Karsinoma
|
- Sel-sel
tumor tersebar, dipisahkan oleh stroma yang banyak. Makin ganas suatu
sarkoma, makin seluler tumor tersebut, sehingga stromanya sangat sedikit.
Kadang-kadang hanya dapat dilihat dengan pulasan khusus.
- Sel
sarkoma mempunyai sifat mesoblastik, yaitu batas-batas sel tidak jelas,
sering cabang-cabang sitoplasmanya masuk ke dalam stroma.
- Pembuluh
darah lebih banyak jumlahnya, terletak diantara sel dan dalam bantuk kapiler
atau sinosoid. Adanya pertumbuhan yang ekspansif menyebabkan pembuluh darah
tersebut tertekan sehingga sering terjadi perdarahan.
- Mitosisnya
tidak begitu banyak.
- Sel
datia tumor sering ditemukan
|
-
Sel-sel tumor
berkelompok, stroma mengelilinginya, tidak mengelilingi tiap sel dalam kelompok.
-
Batas sel pada
karsinoma lebih jelas dibandingkan dengan sarkoma.
-
Pembuluh-pembuluh
darah terletak di dalam stroma, di luar kelompok sel, sehingga sel-sel
karsinoma sering mengalami nekrosis.
-
Mitosis lebih banyak
ditemukan dan tidakbegitu berarti karena dapat terjadi pada keadaan-keadaan
lain seperti proses radang atau rangsang
menahun.
-
Sel datia tumor
tidak sering ditemukan.
|
Etiologi
sarkoma
Bahan-bahan yang dapat menyebabkan
terbentuknya kanker disebut karsinogen. Menurut jenisnya karsinogen dapat
berupa:
1.
Karsinogen kimia
Etiologi
kanker pada awalnya dikemukakan oleh Sir Percival Pott (1775) bahwa kanker
kulit banyak ditemukan pada orang-orang yang pekerjaannya sering berhubungan
dengan jelaga, yaitu orang-orang yang pekerjaannya membersihkan cerobong asap
rumah. Maka jelaga sering dianggap sebagai penyebab kanker kulit.
Pada
tahun 1915 Yamagiwa dan Ichikawa melakukan percobaan dengan dengan jalan
mengecatkan tir pada telinga kelinci tiap hari selama 6 bulan berturut-turut
dan berhasil menimbulkan kanker kulit pada telinga kelinci tersebut. Tir
mengandung bermacam-macam zat.
Pada
tahun 1932 Kennaway dan Cook melakukan penelitian dan diketahui bahwa zat aktif
yang menyebabkan kanker ialah hidrokarbon polisiklik (polycyclic hydrocarbons).
Hidrokarbon memiliki daya karsinogenik paling sedikit harus mempunyai 3 ikatan
karbon yang aktif yang disebut PHENATRENE. Inti phenatrene ini terdapat pada
benzpyrene, benzanthracene, dan cholanthrene.
Zat-zat
kimia yang memiliki daya karsinogenik ialah:
-
zat warna azo,
misalnya dimetylaminoazobenzen (butter yellow) yang dapat menimbulkan kanker
hati bila ada defisieni vitamin riboflavin.
-
Zat warna anilin, yang
sering menimbulkan kanker kandung kemih pada orang-orang yang bekerja dengan
zat warna ini. Zat aktif yang mempunyai daya karsinogenik ialah
betanaphtylamine.
-
Alkylating agents,
seperti nitrogen mustard yang mempunyai khasiat radiomimetik.
-
Golongan plastik yang
lebih merupakan karsinogen fisik karena mengganggu hubungan antar sel jaringan
yang berkontak dengannya.
-
Asap rokok sering
menimbulkan kanker paru-paru. Hidrokarbon terisap dalam asap rokok mempengaruhi
terbantuknya karsinoma bronchogenik.
-
Yang penting dalam
kehidupan sehari-hari ialah aflatoxin yang berasal dari jamur aspergillus
flavus yang terdapat pada kacang tanah. Jamur alin yang memiliki daya
karsinogenik ialah penicillin griseofulvin.
2. Virus
Walaupun
pada manusia belum pasti tetapi jelas pada binatang percobaan viru merupakan
penyebab kanker, misalnya virus sarkoma (Rous) ditemukan pada burung, virus
yang ditemukan pada fibroma dan papiloma kelinci (Shope) dan virus (Bittner)
yag temukan pada kanker payudara mencit.
Rowe
membagi karsinogen virus ini atas 4 golongan besar:
-
Papovavirus
-
Adenovirus
-
Poxyvirus
-
Myxovirus-like
Papova dan adenovirus terletak
dalam inti sel, poxyvirus dalam sitoplasma, dan myxovirus terletak pada
permukaan sel.
Mc Culloch mengemukakan 3
kemungkinan cara kerja virus sehingga menyebabkan kanker:
-
Virus penyebab berada
dalam sitoplasma sel tumor, tetapi berada disitu untuk terbentuknya sifat-sifat
sel tumor.
-
Virus menyebabkan
mutasi somatik, menimbukan perubahan yang menetap pada sel sehingga terbentuk
neoplasma. Sekali terbentuk neoplasma maka peranan virus berakhir.
-
Virus berada dalam sel
tetapi tidak dapat dilihat.
Boyd berpendapat bahwa virus
seperti enzim merupakn nukleoprotein yang dapat menimbulkan tumor dengan jalan
mengganggu mekanisme susunan enzim.
3. Karsinogen
fisik
Kebanyakan
bentuk energi fisik mempunyai daya karsinogenik. Yang sangat penting ialah
sinar radio aktif yang ditimbulkan oleh sinar X, radium, dan bom atom yang
dapat menyebabkan timbulnya kanker kulit, leukemi. Kadang-kadang sarkoma
tulang, karsinoma payudara dan thyroid. Sinar tersebut mungkin menyebabkan
perubahan nukleoprotein dari pada kromosom sel sehingga terjadi kanker.
4. Hormon
Sangat
penting untuk menyebabkan terjadinya tumor pada binatang percobaan. Tapi cara
kerjanya belum diketahui dengan pasti. Tidak diketahui apakah bekerja sebagai
kersinogen penuh atau hanya sebagai promotor. Mungkin juga hanya mempengaruhi
fiiologi jaringan sedemikian rupa sehingga mudah dipengaruhi karsinogen
sebenarnya. Menurut Furth (1961) hormon yang bekerja sebagai promotor.
Melihat asalnya maka karinogen ini
dapat berasal dari luar tubuh atau eksogen, seperti karsinogen kimiawi, virus,
dan fisik. Dapat pula berasal dari dalam tubuh atau endogen seperti hormon sex.
Penyebaran
sarkoma
Penyebaran jauh (metastasis)
berlangsung dengan cara hematogen. Hal ini dimungkinkan dengan adanya pembuluh
darah yang banyak dan berdinding tipis. Anak sebar mula-mula terbentuk pada
paru-paru, walaupun demikian kadang-kadang sel tumor dapat melalui paru-paru
dan membentuk anak sebar pada alat-alat tubuh yang lain. Penyebaran jauh dengan
cara limfogen sangat jarang, hanya terjadi pada kira-kira 5 sampai 10% dari
penderita sarkoma. Sarkoma dapat terjadi pada semua bagian tubuh tetapi yang
sering ialah pada tulang, jaringan sub cutis, fascia, dan otot.
Klasifikasi sarkoma
Sarkoma dapat dinamai secara
sitologik atau secara histologik. Pebagian secara sitologik bersarkan bentuk
selnya, maka sarkoma dibagi atas:
1.
Sarkoma sel bulat,
terdiri atas sel-sel yang berbentuk bulat.
2.
Sarkoma sel kumparan, terdiri
atas sel-sel yang berbentuk kumparan.
3.
Sarkoma sel campuran,
terdiri atas sel-sel yang berbentuk bulat dan kumparan.
4.
Sarkoma sel datia,
bila sebagian besar terdiri atas sel datia.
Pembagian secara histologik berdasarkan
asal jaringannya. Yang berasal dari jaringan ikat disebut fibrosarcoma, dari
jaringan tulang disebut osteogenic sarcoma. Dari tulang rawan disebut
chondrosarcoma. Pembagian ini lebih memuaskan. Tetapi pada keadaan tertentu,
yaitu pada sarkoma yang berdiferensiasi sangat buruk, tidak mungkin lagi dapat
ditentukan jenis atau asal selnya.
1.
Fibrosarcoma
Tumor ini merupakan tumor ganas yang berasal dari fibroblas. Sel – selnya berbentuk kumparan (spindle cells). Sel – selnya ini biasanya berukuran besar atau kecil. Fibrosarcoma dengan sel – sel kumparan berukuran besar biasanya lebih ganas. Fibrosarcoma yang sangat buruk diferensiasinya biasanya berbentuk bulat dan sering disebut sarkoma sel bulat (round cell sarcoma). Stroma sarcoma sangat berbeda – beda jumlahnya. Fibrosarcoma yng berdiferensiasi baik biasanya stromanya banyak, fibriler, shg sering sukar dibedakan dari fibroma yang kaya akan sel. Dalam hal ini adanya mitosis sangat penting. Bila ditemukan tumor tersebut sudah merupakan fibrosarcoma yang berdiferensiasi baik.
Tumor ini merupakan tumor ganas yang berasal dari fibroblas. Sel – selnya berbentuk kumparan (spindle cells). Sel – selnya ini biasanya berukuran besar atau kecil. Fibrosarcoma dengan sel – sel kumparan berukuran besar biasanya lebih ganas. Fibrosarcoma yang sangat buruk diferensiasinya biasanya berbentuk bulat dan sering disebut sarkoma sel bulat (round cell sarcoma). Stroma sarcoma sangat berbeda – beda jumlahnya. Fibrosarcoma yng berdiferensiasi baik biasanya stromanya banyak, fibriler, shg sering sukar dibedakan dari fibroma yang kaya akan sel. Dalam hal ini adanya mitosis sangat penting. Bila ditemukan tumor tersebut sudah merupakan fibrosarcoma yang berdiferensiasi baik.
2.
Neurosarcoma
(Neurofibrosarcoma)
Neurosarcoma
biasa berasal dari nurofibroma atau schavannoma. Tumbuh pada syaraf perifer
yang letaknya dalam. Sifatnya tidak begitu ganas. Mula – mula setempat dengan
batas – batas yang tegas tetapi lambat laun akan tumbuh infiltratif ke jaringan
sekitarnya dan menimbulkan residif. Gambaran histologik menyerupai
fibrosarcoma, hanya sel – sel berbentuk kumparan pada neurogenic sarcoma
membentuk berkas – berkas jalannya berjalin – jalin. Sering kedua jenis sarcoma
ini hanya dapat dibedakan dengan melakukan pulasan – pulasan khusus (pulasan
trichrome dan retikulin). Tumor ini sangat radioresisten.
3.
Osteosarcoma
(Osteogenic Sarcoma)
Tumor ini sering
ditemukan dan terjadi pada ujung – ujung tulang panjang yaitu metafisis. Sel –
sel tumornya ialah osteoblas. Pada tumor ini terjadi pembentukan jaringan
osteoid dan jaringan tulang baru sehingga mudah dikenal. Osteogenic sarcoma
merupakan tumor primer tulang yang sifatnya paling ganas.
4.
Chondrosarcoma
Chondroma
dapat menjadi ganas dan disebut chondrosarcoma. Tumor ini tumbuh pada tulang –
tulang panjang dan tulang gepeng seperti strenum, pelvis dan tulang iga.
Chondrosarcoma yang berdiferensiasi buruk, histologinya mudah dikenal. Bila
berdiferensiasi baik kadang – kadang sukar dibedakan dengan chondroma. Dalam
hal iini keterngan klinik misalnya tumbuhnya sangat cepat dan gambaran
makroskopik (adanya pertumbuhan infiltratif) sangat penting untuk menyokong
diagnosis chondrosarcoma. Pada tumor ini sering terjadi degenerasi miksomatosa.
Chondrosarcoma bisa ganas sejak semula.
5.
Liposarcoma
Liposarcoma
tidak jarang terjadi seperti umumnya disangka. Hal ini disebabkan karena tumor
tersebut sering tidak dikenal sebagai liposarcoma terutama bila tidak dilakukan
pulasan khusus untuk zat lemak. Tumor ini dapat terjadi pada semua bagian tubuh
yang mengandung jaringan lemak tetapi biasanya ditemukan sekitar jaringan otot,
sendi dan pada jaringan lemak retroperitonial atau perirenal.
Mula – mula tumor ini bersimpai, sering kambuh jika telah diangkat, kemudian infiltratif sehingga prognosis sangat buruk. Gambaran makroskopiknya sangat berbeda untuk tiap tumor, maupun untuk tiap bagian pada satu tumor. Sel – selnya umumnya berbentuk kumparan atau polihedral. Sitoplasmanya granuler, kadang – kadang mengandung lemak yang dapat dilihat dengan pulasan Sudan. Sel – sel polihedral besar dan pucat menyerupaisel – sel epitel sehingga sering dikscsuksn dengan anaksebarhyperneprhoma, terutama bila tumor tersebut terletak pada tulang. Sel – sel yang menyerupai sel lemak fetal dan sel datia tumor juga sering ditemulan.
Mula – mula tumor ini bersimpai, sering kambuh jika telah diangkat, kemudian infiltratif sehingga prognosis sangat buruk. Gambaran makroskopiknya sangat berbeda untuk tiap tumor, maupun untuk tiap bagian pada satu tumor. Sel – selnya umumnya berbentuk kumparan atau polihedral. Sitoplasmanya granuler, kadang – kadang mengandung lemak yang dapat dilihat dengan pulasan Sudan. Sel – sel polihedral besar dan pucat menyerupaisel – sel epitel sehingga sering dikscsuksn dengan anaksebarhyperneprhoma, terutama bila tumor tersebut terletak pada tulang. Sel – sel yang menyerupai sel lemak fetal dan sel datia tumor juga sering ditemulan.
6.
Myxosarcoma
Bukan
merupakan golongan tumor tersendiri. Myxosarcoma terjadi karena suatu sarcoma
mengalami degenerasi miksomatosa atau berlendir.
7.
Chordoma
Tumor
ini berasal dari chorda dorsalis. Biasanya terjadi pada ujung atas dan ujung
bawah columna vertebralis. Di bagian atas tumor ini tumbuh di antara fossa
hypophysialis dan foramen magnum sedangakan di bagian bawah terletak di daerah
sacro coccygeal. Tumor ini derajad keganasannya rendah, tumbuh infiltratif dan
mengadakan penyebarab jauh (metastatus) baru pada stadium akhir. Tumor ini
dapat mencapai ukuran besar, konsistensinya kenyal, warnanya mengkilap seperti
chorda dorsalis, dipisahkan oleh bercak – bercak perdarahan.
Makroskopik
chordoma terdiri atas sel – sel besar yang sitoplasmanya jernih dan bervakuol
karena mengandung zat nukoid. Sel – sel ini disebut sel fisalifor yang khas
untuk chordoma. Sel – sel tumor letaknya saling berdekatan tanpa substansi
interseluler sehingga chordoma dapat dikacaukan dengan karsinoma yang mengalami
degenerasi mukoid.
8.
Leiomyosarcoma
Adalah
tumor ganas yang berasal dari otot polos. Tumor in banyak terjadi pada uterus
yang sebetulnya merupakan fibromyoma. Biasanya timbul pada masa reproduksi
(child bearing age). Tidak prnh tumbuh sebelum pubertas dan sesudah menopause.
Leiomyosarcoma jarang mnimbulkan metastasis dan sering tidak tumbuh lagi
setelah diangkat.
9.
Sarkoma Botryoides
(Carcinosarcoma)
Tumor
ini jarang ditemukan, tetapi amat menarik perhatian. Tumor ini terdiri atas
beberapa jaringan yang berasal dari mesoderm. Dapat ditemukan jaringan ikat,
jaringan miksomatosa, otot polos, otot seran lintang, tulang rawan, tulang, dan
kadang-kadang epitel atau kelenjar, seperti yang dijumpai pada mukosa alat
kelamin wanita.
Gambaran
makroskopiknya menunjukan sebuah tumor menyerupai sekelompok besar buah anggur,
bulat, multilobuler mengisi dan kadang-kadang bahkan menonjol keluar vagina.
Karena bentuk tumor ini menyerupai tangkai buah anggur, maka disebut botryoides.
Warna
permukaan kelabu kuning seperti gelantin dan sangat rapuh sehingga
bagian-bagian sering terlepas, menyebabkan perdarahan dan infeksi sekunder.
Selain pada vagina tumor juga dijumpai pada uterus. Terdapat pada semua umur,juga pada anak-anak.
Selain pada vagina tumor juga dijumpai pada uterus. Terdapat pada semua umur,juga pada anak-anak.
Pada
anak-anak, tumor tersebut mengadakan infiltrasi lokal dan meninggalnya
penderita karena menembus ke peritoneum atau obstruksi saluran kemih. Pada
orang dewasa ditemukan anak sebar pada alat tubuh yang jauh letaknya. Prognosis
buruk, penderita meninggal dalam jangka 1-2 tahun.
Berbeda
dengan vagina, pada servik sering ditemukan kelainan. Biasanya dihinggapi
radang tidak tersifat dengan keluhan yang sering ditemukan, yaitu flour albus
(leucorrhoea, keputihan). Selain itu, pada servik sering ditemukan carcinoma
cervicis, suatu bentuk neoplasma yang menduduki salah satu tempat teratas dalam
daftar sebab kematian akibat tumor ganas pada wanita.
10.
Endometrial Stromal
Sarcoma
Berasal
dari stroma endometrium yang terapat di dalam myometrium dan menunjukan
gambaran sarkomatosa.
Diagnosis
1.
Anamnesis
Pada stadium dini, kanker biasanya belum menimbulkan keluhan atau rasa sakit. Biasanya penderita menyadari bahwa tubuhnya telah terserang kanker ketika sudah timbul rasa sakit, padahal saat ada keluhan tersebut kanker sudah memasuki stadium lanjut.
Pada stadium dini, kanker biasanya belum menimbulkan keluhan atau rasa sakit. Biasanya penderita menyadari bahwa tubuhnya telah terserang kanker ketika sudah timbul rasa sakit, padahal saat ada keluhan tersebut kanker sudah memasuki stadium lanjut.
Pengenalan
gejala kanker perlu dilakukan sedini mungkin meskipun tida ada rasa gangguan
atau rasa sakit. Dengan mengetahui serangan kanker yang masih dalam stadium
dini angka presentase kesembuhan semakin besar.
Pengenalan
gejala kanker dapat dilakukan sendiri dengan cara WASPADA yang merupakan
kependekan dari istilah – istilah sebagai berikut :
W = waktu
buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau gangguan.
A = alat
pencernaan terganggu dan susah menelan.
S = suara
serak dan batuk yang tak kunjung sembuh.
P
= payudara
atau di tempat lain ada benjolan.
A = andeng
– andeng atau tahi lalat berubah sifat, menjadi semakin besar dan gatal.
D
= darah
atau lendir yang tidak normal keluar dari lubang – lubang tubuh.
A
= ada
luka yang tidak bisa sembuh.
2.
Pemeriksaan fisik
Yaitu
dengan penglihatan mata biasa diperhatikan jaringan tumor itu. Sarkoma ditandai
dengan timbulnya makula yang berwarna merah ungu atau biru – coklat, plak
(plaque) dan nodula pada kulit dan organ tubuh yang lain. Lesi pada kulit
jelas, keras atau lembek, soliter atau bergerombol.
3. Pemeriksaan histologik
Pemeriksaan
histologik hingga kini masih merupakan cara yang paling penting untuk
menegakkan diagnosa sarkoma. Pada tumor kecil, jaringan diperoleh dengan cara
eksisi. Jika tumor besar dapat dilakukan eksisi percobaan atau biopsi sebagian.
Ada yang berpendapat bahwa berbahaya untuk melakukan sayatan pada jaringan
tumor dan menunggu 3 – 4 hari sebelum dapat melaksanakan operasi yang definitif
karena ada kemungkinan sel – sel tumor menyebar melalui pembuluh yang terbuka
pada luka sayatan.
Jaringan tumor yang akan diperiksa difisasi dala cairan formalin 10%. Ahli patologi anatomik mempunyai berbagai cara untuk mengolah jaringan ini. Cara yang klasik ialah dengan blok paraffin dan dipulas dengan hematoksilin dan eosin. Cara ini memerlukan waktu 24 jam. Yang cepat adalah potong beku (frozen section, vriescoupe). Cara ini banyak digunakan pada operasi cepat. Jaringan segar atau yang telah difiksasi setelah dibekukan oleh karbon dioksida dipotong dengan mikrotom atau cryostat. Sediaan histologik dapat diperiksa dalm beberapa menit dan diagnosis tepat sampai 50 – 95%.
Jaringan tumor yang akan diperiksa difisasi dala cairan formalin 10%. Ahli patologi anatomik mempunyai berbagai cara untuk mengolah jaringan ini. Cara yang klasik ialah dengan blok paraffin dan dipulas dengan hematoksilin dan eosin. Cara ini memerlukan waktu 24 jam. Yang cepat adalah potong beku (frozen section, vriescoupe). Cara ini banyak digunakan pada operasi cepat. Jaringan segar atau yang telah difiksasi setelah dibekukan oleh karbon dioksida dipotong dengan mikrotom atau cryostat. Sediaan histologik dapat diperiksa dalm beberapa menit dan diagnosis tepat sampai 50 – 95%.
Manfaat
potong beku ialah dapat menentukan keganasan dengan cepat dan menentukan batas
sayatan apakah sudah bebas dari tumor atau tidak.
4.Biopsi jarum – biopsi aspirasi
Cara
ini memerlukan ketrampilan ahli klinik dan ahli patologi anatomik untuk
menegakkan diagnosis dari sepotong jaringan kecil berbentuk toraxs. Penganbilan
jaringan dengan membuta, mudah sekali luput dari suatu tonjolan yang dimaksud.
Selainitu dapat terjadi penyulit berupa perdarahan setelah biopsi atau fistula
bilier pada penderita icterus obstructiva. Cara ini banyak dikembangkan karena
hanya memerlukan sedikit persiapan yaitu hanya anastesi lokal dan dapat
dikerjakan pada penderita yang berobat jalan.
5.Pemeriksaan darah tepi
Teknik
pemeriksaan hematologik banyak ditemukan dalam dignosis kanker. Salah satu cara
ialah isolasi dan menentukan sel – sel tumor pada peredaran darah. Sel – sel
tumor ini terlepas dan masuk ke dalam peredaran darah. Biasanya sangat sedikit
sel yang ditemukan pada pemeriksaan pulasan darah rutin. Sel – sel tumor
dikumpulkan dengan sedimentasi, sentrifugasi darah dalam larutan albumin atau
larutan – larutan lain yang mempunyai berat jenis tertentu. Penghancuran
selektif peredaran darah.
Biasanya
sangat sedikit sel yang ditemukan pada pemeriksaan pulasan darah rutin. Sel –
sel tumor dikumpulkan dengan sedimentasi, sentrifugasi darah dalam larutan
albumin atau larutan – larutan lain yang mempunyai berat jenis tertentu.
Penghancuran selektif sel – sel darah merah dengan saponin atau enzim – enzim
dan sel – sel darah putih dengan streptolisin 0, kemudian disaring dan filtrat
yang mengandung sel – sel tumor disentrifugasi dengan kecepatan tinggi untuk
mengendapkan sel – sel tumor yang lebih besar (Alexander dan Spriggs;
Ericksson). Dengan cara ini sel – sel tumor dapat ditemukan 10 – 30% dari kasus
– kasus dengan neoplasma. Kebanyakan sel neoplasma ini akan menjadi rusak
karena itu adanya sel – sel tumor dalam peredaran darah tidak berhubungan
dengan adanya metastasis.(Pruitt,dkk)
6. Pemeriksaan hormon dan enzim
Pemeriksaan
hormon dan enzim dapat membantu diagnosis kanker. Terbentuknya fosfatase asan
karena adanya anaksebar karsinoma prostat dalam tulang membantu diagnosa
neoplasma. Adanya hormon chorionic gonadotropin dalam air kemih laki – laki
atau dalam serum darah menunjukkan adanya choriocarcinoma pada testis atau
ekstragonadal. Kadar yang meninggi pada wanita di luar kehamilan merupakan
tanda yang penting adanya mola hydatidosa atau choriocarcinoma.
7.Pemeriksaan sitologik
Disebut pula sitologi eksfoliatif suatu
cara diagnostik yang penting untuk menemukan kanker. Dasar pemeriksaan ini
ialah:
- Perubahan
patologik yang disebut anaplasi yang merupakan perubahan sifat sel tumor ganas
dan yang merupakan perubahan dari sel normal.
- Sel
– sel tumor ganas kohesinya kurang daripada sel normal sehingga mudah terlepas.
Pencegahan dan
pengobatan
Kanker dapat dikatakan sebagai penyakit
gaya hidup karena dapat dicegah dengan melakukan gaya hidup sehat dan menjauhi
faktor- faktor resiko terserang kanker.
Pencegahan kanker
Pencegahan kanker
Dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1.
Hindari makanan
tinggi lemak, makanan instan yang mengandung bahan pewarna dan bahan pengawet
serta makanlah makanan dengan gizi seimbang.
2.
Hindari hubungan
seksual dengan pasangan yang bukan suami istri sendiri atau berganti – ganti
pasangan.
3.
Hindari asap rokok
atau berhentilah merokok.
4.
Hindari stres dan
konflik yang berkepanjangan.
5.
Hindari terkena sinar
matahari yang berlebihan.
6.
Periksakan kesehatan
secara berkala.
7.
Minumlah air murni
yang sudah melalui proses penyaringan.
8.
Hindari terapi hormon
sintetis.
9.
Hindari berKB dengan
penggunaan hormon sintesis dalam jangka waktu lama.
10.
Rutin mengkonsumsi
vitamin A, C, E, B kompleks dan suplemen yang bersifat antioksidan dan
peningkat daya tahan tubuh.
Pengobatan
Tidak semua kanker yang telah dideteksi atau ditemukan dapat disembuhkan. Namun, semakin dini kanker ditemukan dan diobati, semakin besar kemungkinan untuk sembuh.
Tujuan pengobatan kanker adalah:
Tidak semua kanker yang telah dideteksi atau ditemukan dapat disembuhkan. Namun, semakin dini kanker ditemukan dan diobati, semakin besar kemungkinan untuk sembuh.
Tujuan pengobatan kanker adalah:
v Penyembuhan
(kuratif) yaitu membebaskan penderita dari kanker untuk selamanya. Penyembuhan
ini hanya berhasil jika kanker yang diderita masih stadium dini, kanker
lokoregional atau kanker yang penyebarannya belum meluas dan ukurannya masih kecil.
v Meringankan
(paliatif) yaitu tindakan aktif guna meringankan penderita kanker terutama yang
tidak mungkin disembuhkan lagi. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kualitas
hidup, mengatasi terjadinya komplikasi dan mengurangi atau menghilangkan
keluhan penderita.
v Jenis
pengobatan yang digunakan pada dasarnya sama yaitu pembedahan, penyinaran
(radiotherapy) dan dengan obat – obatan (chemotherapy). Jika cara ini tidak
mungkin, paliatif dapat dilakukan, pengembirian, adrenalektomi dan
hipofisektomi terutama pada tumor yang bergantung kepada hormon seperti
karsinoma prostat dan payudara.
Ø Pembedahan
Pada eksisi neoplasma dengan skalpel selain mengeluarkan jaringan tumor, harus diperhatikan kemungkinan adanya infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Pembedahan kanker memerlukan pengetahuan luas mengenai sifat pertumbuhan tumor dan cara penyebarannya. Yng menjadi persoalan adalah menentukan batas sayatan apakah sudah bebas dari jaringan tumor yang merupakan penyebaran lokal. Hal lain yang harus diketahui ialah fokus – fokus penyebaran jauh.
Pada eksisi neoplasma dengan skalpel selain mengeluarkan jaringan tumor, harus diperhatikan kemungkinan adanya infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Pembedahan kanker memerlukan pengetahuan luas mengenai sifat pertumbuhan tumor dan cara penyebarannya. Yng menjadi persoalan adalah menentukan batas sayatan apakah sudah bebas dari jaringan tumor yang merupakan penyebaran lokal. Hal lain yang harus diketahui ialah fokus – fokus penyebaran jauh.
Ø Penyinaran
(radiotherapy)
Penggunaan sinar
untuk menghancurkan tumor berdasarkan kenyataan bahwa sel – sel ganas lebih
sensitif terhadap penyinaran daripada sel – sel normal. Tetapi jaringan normal
pun dipengaruhi dipengaruhi oleh penyinaran karena itu pada radioterapy harus
diusahakan terjadinya perbedaan efek yang nyata. Radiosensitivitas biasanya
dihubungkan dengan pertumbuhan yang berdiferensiasi buruk dari sel – sel yang
cepat membelah tetapi juga merupakan sifat tertentu beberapa jenis tumor
tersebut.
Khasiat penyinaran dan pengobatan kanker bergantung kepada dua hal, pertama jumlah sinar yang diserap oleh jaringan tumor dan kedua ialah radiosensitivitas tumor tersebut.
Khasiat penyinaran dan pengobatan kanker bergantung kepada dua hal, pertama jumlah sinar yang diserap oleh jaringan tumor dan kedua ialah radiosensitivitas tumor tersebut.
Dapat disimpulkan
bahwa pengobatan tumor dengan sinar merupakan satu – satunya pilihan bila tumor
itu termasuk radiosensitif, berdiferensiasi buruk maka diberikan dalam dosis
tinggi tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Ø Pengobatan
kimiawi (chemotherapy)
Khemotherapy
tampaknya merupakan cara yang lebih baik untuk pengobatan kanker. Bahan kimia
yang dipakai diharapkan dapat menghancurkan sel – sel yang oleh pembedahan
ataunpenyinaran tidak dapat dicapai. Mencari bahan kimia yang dapat diberikan
secara intravena dan yang akan dipusatkan dalam, serta menghancurkan sel – sel
kanker merupakan salah satu pekerjaan yang diakukan oleh pusat – pusat
penelitian kanker.
Peran bidan
1.
Bidan dapat
memberikan KIE pada klien tentang penyakitnya
2.
Bidan dapat
memberikan motivasi pada klien
3.
Bidan dapat melakukan
rujukan ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi
4.
Bidan dapat melakukan
kolaborasi dengan dokter SPOG
Langganan:
Postingan (Atom)