Sabtu, 12 Januari 2013

Jumat, 11 Januari 2013

Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan dan Persalinan PART II


5. Deskripsi kondisi sosial budaya setempat
Masyarakat memiliki kebudayaan yang mencakup aturan – aturan, norma – norma, pandangan hidup yang dijadikan acuan dalam mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat. Pada masyarakat Jawa yang menganut pola garis keturunan patrilineal maka dalam adat kebiasaan keluarga, peranan suami / ayah sangat berpengaruh. ayah / suami sebagai kepala rumah tangga adalah perantara dalam penentuan nasib termasuk yang menguasai sumber-sumber ekonomi keluarga (Herkovits dalam Susilowati, 2001).
Dalam masyarakat Jawa, kehamilan (dan kemudian kelahiran bayi) merupakan peristiwa yang penting dalam siklus hidup manusia. Oleh karena itu ibu dan keluarga melakukan serangkaian aktivitas ritual untuk menyambutnya. Faktor kekerabatan (suami, orang tua, nenek) masih memberikan peran yang penting dalam tindakan-tindakan si ibu berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan pasca persalinan, baik dalam memberikan nasehat (karena mereka sudah berpengalaman menjalani peristiwa tersebut) maupun pengambilan keputusan siapa penolong persalinan dan sarana pelayanan apakah yang akan dipergunakan.
Selama kehamilan, biasanya ibu akan melakukan berbagai upaya agar bayi dan ibunya sehat dan dapat bersalin dengan selamat, nor- mal dan tidak cacat. Sebagian masyarakat masih berpantang makan makanan tertentu seperti udang atau kepiting dan buah nanas, walaupun menurut kesehatan pantangan makanan tertentu tidak dibenarkan apalagi kalau makanan tersebut bergizi. Selama kehamilan juga ada pantangan yang harus diperhatikan ibu dan bapak misal: tidak boleh menyiksa atau membunuh binatang dan tidak boleh mengejek orang yang cacat supaya si bayi dapat lahir dengan selamat dan tidak cacat. Terutama keluarga dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi, seiring dengan kemajuan jaman sudah banyak yang tidak mempercayainya begitu juga dengan sebagian responden penelitian.
Informan/ responden dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan PLKB menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat masih memperingati upacara 7 bulan bayi dalam kandungan khususnya bagi anak pertama, termasuk sebagian besar responden ibu yang telah diwawancarai. Di daerah lain pada suku Jawa upacara tersebut disebut mitoni, sedangkan di Kabupaten Jepara disebut munari. Munari merupakan upacara selamatan dengan nasi tumpeng yang puncaknya adalah nasi ketan berwarna kuning yang diibaratkan cahaya sebagai simbol bahwa pada usia kehamilan ketujuh si janin sudah mempunyai roh atau nyawa. Acara munari ini seringkali dilengkapi dengan upacara seperti halnya mitoni yaitu si ibu ganti kain tujuh kali, memecahkan kelapa gading yang berukir gambar tokoh wayang Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih (dua dewa / dewi dalam pewayangan yang terkenal ketampanan dan kecantikannya) dengan harapan si bayi nantinya akan tampan seperti Dewa Kamajaya dan cantik seperti DewiKamaratih. Upacara ini seringkali dipimpin oleh dukun bayi atau orang yang dituakan di dalam keluarga tersebut. Di dalam upacara tersebut suami harus terlibat dalam rangkaian upacara.
Keterlibatan/ partisipasi suami selama masa kehamilan istri cukup besar baik dalam bentuk aktivitas mengantar istri memeriksakan kandungan ke bidan / dokter, berusaha memenuhi keinginan istri yang sedang nyidam maupun mengingatkan agar istrinya lebih banyak makan makanan yang bergizi. Para suami terutama yang berpendidikan cukup tinggi cenderung melarang bila istrinya berpantang makanan tertentu. Menurut pandangan mereka, sepanjang yang dimakan ibu hamil memenuhi kriteria sehat dan bergizi baik untuk ibu dan bayi maka tidak dibenarkan untuk berpantang walaupun pada masyarakat sekitar masih berlaku pantangan makan makanan tertentu atau bertingkah laku tertentu pada saat istrinya hamil.
Muis (1996) dalam penelitiannya di Kota Semarang menyebutkan bahwa para orang tua/ mertua sangat berperan dalam menentukan, menasehati dan menyarankan anaknya/ menantunya untuk periksa hamil pada bidan atau memilih dukun bayi sebagai penolong persalinan. Sutrisno (1997) dalam penelitiannya di Kabupaten Purworejo juga mengungkapkan bahwa suami, orang tua dan mertua adalah anggota kelompok referensi yang paling sering memberikan anjuran memilih tenaga penolong persalinan. Susilowati (2001) dalam penelitiannya di Kabupaten Semarang juga menemukan bahwa suami sangat dominan dalam pengambilan keputusan rumah tangga sehari-hari, tetapi dalam menentukan penolong persalinan dan tempat bersalin yang dominan adalah orang tua dan mertua. Pada saat menghadapi masalah medis persalinan masih diperlukan musyawarah keluarga untuk merujuk ibu bersalin ke rumah sakit.
Menurut responden tokoh masyarakat dan tokoh agama, kelahiran bayi adalah suatu peristiwa yang perlu dirayakan dengan upacara tertentu. Masyarakat Kabupaten Jepara yang mayoritas beragama Islam biasa melakukan serangkaian acara mulai dari pembacaan adzan pada telinga kanan bayi sesaat setelah kelahirannya, dilanjutkan dengan pencucian plasenta bayi atau ari-ari, diberi doa dan dan dimasukkan dalam wadah tertutup dari tanah liat dan diberi kembang telon (bunga tiga warna) dan dikuburkan di depan rumah/ teras serta diterangi sentir/ teplok (lampu minyak) pada malam hari. Pelaku dari semua upacara ini adalah suami dari istri yang baru saja melahirkan. Berdasarkan pengamatan di depan rumah beberapa rumah responden ,yang kebetulan baru beberapa hari melahirkan, terdapat gundukan tanah yang ditutupi dengan pagar dari bambu dan diberi lampu minyak dan mereka menjelaskan bahwa plasenta bayi telah mereka kuburkan di situ.
Di daerah Jepara dikenal upacara krayanan atau brokohan atau selapanan yaitu upacara pada saat bayi berusia 35 hari untuk memberi nama bayi dengan cara berdoa bersama dan bancakan atau selamatan dengan nasi urap / sego  gudangan  rambanan  reno  pitu . Bersamaan dengan upacara krayanan tersebut juga diadakan upacara adat walikan atau resikan. Upacara ini lebih ditujukan untuk si ibu bayi karena sudah selesai menjalani masa nifas dan siap untuk melayani suaminya kembali. Pada saat selamatan itu si ibu dirias secantik mungkin. Di dalam upacara ini kehadiran dukun bayi juga penting, terutama bila mereka yang menolong kelahiran bayinya.
Menurut responden, dukun bayi dirasakan mempunyai beberapa kelebihan disbanding bidan / dokter yaitu dukun bayi mampu memberikan pelayanan yang paripurna mulai dari menolong persalinan sampai memimpin upacara kelahiran bayi. Dukun bayi juga siap setiap saat dibutuhkan, memberikan rasa nyaman dan aman karena mereka kebanyakan dituakan, begitu juga hubungan kekeluargaan membuat kehadiran dukun bayi dalam hal tertentu sulit digantikan oleh bidan. Kepala Puskesmas dan bidan serta PLKB yang diwawancarai menyadari bahwa dukun bayi masih dibutuhkan oleh masyarakat, oleh karena itu program pelatihan dukun bayi dan pembinaan serta pendampingan oleh bidan Puskesmas merupakan program yang terus dijalankan. Di sisi lain mereka mengupayakan peningkatan peran bidan dan bidan di desa (BDD) tetapi mengusahakan agar tidak lahir dukun bayi baru karena adanya target cakupan tertentu dari ANC dan persalinan oleh tenaga kesehatan serta eliminasi tetanus neonatorum (ETN) yang harus diupayakan menjadi angka nol. Pemotongan dan perawatan tali pusat yang tidak bersih dan steril merupakan salah satu penyebab utama adanya tetanus neonatorum. Dukun yang belum dilatih seringkali melakukan pemotongan dan perawatan tali pusat secara tidak higienis seperti diberi kunyit atau apu (kapur gamping yang basah), tetapi saat ini hal tersebut hampir tidak pernah ditemui karena semua dukun bayi di desa lokasi penelitian sudah dilatih oleh Puskesmas.
Nuansa Islam yang cukup kuat mewarnai adat dengan adanya upacara kekahan atau aqiqah yaitu ungkapan rasa bersyukur pada Tuhan YME atas anugerah anak dan sebagai salah satu kewajiban orang tua dalam ajaran Islam terhadap anaknya. Pada acara kekahan ini untuk anak laki-laki akan disembelih dua ekor kambing, sedangkan bila anak perempuan cukup satu ekor kambing. Daging yang sudah dimasak dibagikan kepada para tamu dan tetangga.Adat kekahan tidak mesti harus segera dilakukan setelah bayi lahir tetapi bisa sampai dengan menjelang remaja. Kekahan biasanya dilakukan oleh keluarga yang cukup mampu.
Perilaku positif lainnya yang masih dijalankan seperti halnya kebiasaan para ibu dari suku Jawa setelah melahirkan yaitu kebiasaan minum jamu dengan tujuan agar ASI mereka lancar serta untuk menjaga kesehatan dan kebugaran ibu. Jamu wejah diminum agar ASI lancar dan jamu beras kencur agar badan tidak terasa capek dan jamu pilis yang ditempelkan di dahi agar kepala terasa ringan dan tidak pusing. Selama masa nifas ada pantangan berhubungan seksual. Hal positif ini sejalan dengan kesehatan dan larangan dalam agama Islam yang mayoritas mereka anut.
Perilaku yang kurang mendukung selama masa nifas yaitu pantang makanan tertentu yang lebih dikaitkan dengan si bayi antara lain agar ASI tidak berbau amis antara lain daging dan ikan laut. Kebiasaan kurang baik lainnya yang masih ada yaitu bayi digedhong atau membungkus bayi dengan jarik (kain batik pelengkap busana kebaya) agar bayi hangat dan diam. Bila hal ini dilakukan terus menerus akan berpengaruh pada aktivitas bayi dan pertumbuhan tulangnya.
Apabila bayi lahir cacat (bibir sumbing) atau bayi lahir dengan sungsang yang dahulu seringkali dikaitkan dengan kesalahan masa lalu orang tuanya atau orang tuanya melanggar pantangan tertentu maka sebagian besar responden menganggap hal tersebut tidak benar. Bayi lahir sungsang atau bibir bayi sumbing mereka percayai semata-mata karena masalah kesehatan.

SIMPULAN
Praktik perawatan kehamilan, persalinan bayi dan nifas di lokasi penelitian telah banyak mendukung upaya kesehatan reproduksi antara lain: periksa hamil. Bidan adalah pilihan pertama sebagai penolong persalinan tetapi dukun bayi juga masih diminati. Peran suami cukup menonjol dalam masa kehamilan, persalinan bayi dan nifas. Tradisi budaya Jawa seperti minum jamu, pantang makanan tertentu, pijat untuk kebugaran ibu setelah melahirkan masih mereka jalankan. Nuansa budaya Jawa tercermin pada berbagai ritual budaya yang diwarnai oleh agama (Islam) yaitu mulai dari mitoni (munari), krayanan (brokohan),resikan (walikan) dan kekahan (aqiqah).
Masih diperlukan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) yang terus menerus yang bertujuan untuk mempertahankan praktek yang positif dan mengurangi/ menghilangkan pemahaman nilai-nilai yang tidak mendukung kesehatan reproduksi.
  1. KEPUSTAKAAN
    Departemen Kesehatan RI. 1998. Pedoman Pelayanan Kebidanan Dasar. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 1999. Materi Ajar Modul Safe Motherhood, kerjasama Depkes RI dengan Fakultas Kesehatan masyarakat niversitas Indonesia.
  2. Departemen Kesehatan RI. 2000. Visi Indonesia Sehat 2010. Jakarta.
  3. Departemen Kesehatan RI. 2001. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia tahun 2001 – 2010. Jakarta.
  4. Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta.
  5. Departemen Kesehatan RI. 2004. Panduan Marketing Public Relation. Materi MPS, bagian Proyek PUK – SMPPA, Propinsi Jawa Tengah. Semarang.
  6. Muhammad, Kartono. 1996. Prioritas Pelayanan Kesehatan Reproduksi dalam Seksualitas Kesehatan Reproduksi dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. PPK UGM. Yogyakarta.
  7. Muis, Fatimah, dkk. 1996. Kualitas Pelayanan Persalinan di Jawa Tengah; Studi di Kotamadya Semarang. Pusat penelitian Kesehatan dan Pusat Studi Wanita Lembag Penelitian   Universitas Diponegoro. Semarang.
  8. Sutresno, Ismail J. 1997. Persepsi perilaku Ibu hamil dan Masyarakat terhadap Resiko kehamilan dan Persalinan di Kabupaten Purworejo. tesis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis bidang studi Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
  9. Susilowati, Rini. 2001. Pola Pengambilan Keputusan Keluarga dan Penolong Persalinan dalam Memutuskan Merujuk Ibu Bersalin ke Rumah Sakit pada Kasus Kematian Ibu Bersalin di Kabupaten Semarang. tesis pada Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan dan Persalinan

Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan dan Persalinan

Background : Reproductive health is focusing on the reproductive aspect of women which are considerable problems on sexuality and reproduction, such as ante-natal care, delivery process, postpartum treatment etc. Maternal mortality rate and infant mortality rate are some indicators of reproductive health, where in Indonesia those rate are still high rather than some neighboring countries. Previous research showed that socio-cultural and demographic factors influence the high maternal and infant mortality rate. The purpose of this study was to describe socio- cultural aspect towards ante-natal care, delivery process and post –partum treatment among Javanese.
Method: The design study was observational with cross sectional approach. The research took place in Jepara Region, Central Java. The population study was women in reproductive age and total number of the sample was 60 women. Data were collected through questionnaire using in – depth interview guide. Socio- cultural factors data were gathered through in-depth interview with health providers, such as doctors, midwives as well as religious people and community leader.
Results: This study found that the majority of the respondents (96.7%) did antenatal care, assisted by doctors or midwifes, accompanied by their husband (76.6%), done every month (48.3%). Midwife is health provider who was mostly chosen by respondents furthermore by traditional birth attendance (18,4%). The accompanying reasons were the distance between the home and the location, skill and the complete of the apparatus.  Most of the respondent (93%) accompanied by their husband during birth process. During post- partum period, they took traditional medicine and also massage. This study found that there is no special food has been consumed during antenatal and post-partum period. Ritual activities have done such as mitoni  (munari), krayanan (brokohan), resikan (walikan) and  kekahan (aqiqah) since pregnancy until post-partum period. (Keywords : Antenatal care, Reproductive health, Postpartum.)

PENDAHULUAN
Konsep Kesehatan Reproduksi yang diperkenalkan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo, Mesir, tahun 1994 yang menekankan kondisi kesehatan yang lengkap tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, akan tetapi meliputi aspek mental dan sosial, yang berkorelasi dengan bekerjanya fungsi sistem serta proses reproduksi.
Bertolak dari konsep kesehatan reproduksi tersebut, sasaran program kesehatan reproduksi difokuskan pada wanita sepanjang masa reproduksinya atau wanita usia subur, yaitu sejak wanita tersebut mendapatkan menstruasi pertama sampai dengan masa menopause (antara 15 tahun hingga 49 tahun), baik menikah maupun tidak menikah. Program-program kesehatan reproduksi meliputi pendidikan kehidupan keluarga, pencegahan kehamilan remaja, pencegahan penyakit menular seksual, perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan nifas, pertolongan bayi baru lahir, dan keluarga berencana yang meliputi pemakaian alat.
kontrasepsi, peningkatan kemandirian ber KB dan kegiatan-kegiatan yang mendukung Program Pembangunan Keluarga Sejahtera (BKKBN, 1998)
Beberapa kendala masih ditemui di dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi antara lain adanya realita tentang kurangnya kesatuan pengertian tentang kesehatan reproduksi, kurang tersedianya infra strukkur di setiap kabupaten/ kota, adanya variasi geografis, aspek sosial budaya serta tingkat sosio ekonomi yang relatif terbatas (BKKBN, 1998).
Salah satu indikator kurang berhasilnya pro- gram kesehatan reproduksi, ialah relatif masih tingginya angka kematian ibu melahirkan (AKI). Angka kematian bayi baru lahir (IMR) menurut perkiraan SDKI tahun 1997 yaitu 25 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2001) Angka kematian ibu (AKI) menurut SKRT tahun 1986 adalah 450/ 100.000 kelahiran hidup mengalami penurunan yang lambat menjadi 373/ 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995 dan turun lagi menjadi 51/ 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2001. Angka ini 3 – 6 kali lebih besar dari negara- negara di ASEAN dan 50 kali lebih besar angka di negara maju. Indonesia menetapkan target penurunan AKI dari 115/ 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 75/ 100.000 pada tahun 2015 dan penurunan angka kematian bayi (AKB) menjadi 35/ 1000 kelahiran hidup di tahun 2015. (Depkes RI, 2002)


Untuk mengatasi masalah tersebut maka pemerintah menetapkan target pada tahun 2010 yaitu: 1).menurunkan angka kematian ibu menjadi 125/100.000 kelahiran hidup, 2). menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15/1000 kelahiran hidup serta target proses dan output diantaranya adalah meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan trampil menjadi 85% (Depkes RI, 2004). Untuk mencapai tar- get tersebut, strategi yang diterapkan yaitu Making Pregnancy Safer (MPS) yang mempunyai visi : semua perempuan di Indonesia dapat menjalani kehamilan dan persalinan dengan aman serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat (Depkes RI, 2004).
Empat pilar strategi utama MPS yang konsisten dengan Indonesia Sehat 2010 yaitu :
1). meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir berkualitas yang cost effective dan berdasarkan bukti-bukti yang didukung dengan 2). membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektoral dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS, 3). mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, 4). mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001)
Tingginya angka kematian maternal yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan dipengaruhi oleh faktor- faktor di dalam dan di luar kesehatan / medis. Pelayanan obstetri yang tepat guna dan memadai bila tersedia belum menjamin pemanfaatannya oleh masyarakat karena adanya hambatan jarak , biaya dan budaya. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pengenalan tanda bahaya dan pencarian pertolongan profesional seringkali belum memadai. Di banyak negara berkembang masih ditemukan hambatan akses yaitu berupa ketidakberdayaan wanita dalam pengambilan keputusan sementara peran suami, ibu atau mertua sangat dominan dan banyak faktor lain yang menyebabkan keterlambatan dalam rujukan.
Secara umum dikenal tiga jenis terlambat yaitu :1).terlambat dalam mengambil keputusan merujuk yang merupakan langkah pertama untuk menyelamatkan ibu yang mengalami komplikasi obstetri, 2). terlambat dalam mencapai fasilitas kesehatan yang dipengaruhi oleh jarak, ketersediaan dan efisiensi sarana trasnportasi serta biayanya, 3). terlambat dalam memperoleh pertolongan di fasilitas kesehatan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor : jumlah dan ketrampilan tenaga kesehatan, ketersediaan peralatan, obat, transfusi darah dan bahan habis pakai serta manajemen dan kondisi fasilitas pelayanan (Depkes RI, 1999).
Proses reproduksi berawal dari sebelum terjadi konsepsi, sebelum terjadi pembuahan oleh sperma terhadap sel telur, kemudian terjadi konsepsi, hamil, lahir, bayi, remaja, usia produktif dan usia lanjut. Dengan demikian kesehatan reproduksi dimulai sejak masa remaja hingga usia lanjut (Muhammad,1996). Untuk menjamin terjadinya kesehatan reproduksi yang optimal perlu pelayanan kesehatan reproduksi yang berkesinambungan, sejak remaja hingga usia lanjut.
Kesehatan reproduksi kaum remaja ditekankan pada kegiatan pendidikan kehidupan keluarga, pencegahan kehamilan remaja dan pencegahan penyakit menular. Sedang pada masa perkawinan dalam kondisi produktif kesehatan reproduksi yang perlu diupayakan meliputi perwatan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan bayi baru lahir, perawatan nifas dan praktek keluarga berencana, dan upaya-upaya ini sering disebut sebagai safe-motherhood. Pada masa usia lanjut, kesehatan reproduksi berkaitan dengan upaya skrining keganasan tumor dan menopause (Muhammad, 1996).
Kondisi sosial budaya (adat istiadat) dan kondisi lingkungan (kondisi geografis) berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Situasi budaya dalam hal ini adat istiadat saat ini memang tidak kondusif untuk help seeking behavior dalam masalah kesehatan reproduksi di Indonesia (Muhammad, 1996). Hal ini dikemukakan berdasarkan realita, bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya sudah terbiasa menganggap bahwa kehamilan merupakan suatu hal yang wajar yang tidak memerlukan antenal care. Hal ini tentu berkaitan pula tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya antenal care dan pemeliharaan kesehatan reproduksi lainnya.
Tingginya angka kematian bayi dan ibu bersalin serta faktor penyebabnya baik dari segi kesehatan/ medis maupun diluar kesehatan mendorong penulis untuk meneliti bagaimanakah praktek perawatan kehamilan, persalinan dan nifas serta deskripsi sosial budayanya. Karena luasnya bidang kajian kesehatan reproduksi maka dalam tulisan ini dibatasi pada masa kehamilan yaitu perawatan kehamilan, kelahiran (persalinan) bayi dan masa nifas (perawatan nifas).


1.    Karakteristik Responden
Mayoritas responden berumur 20 sampai 29 tahun (43,3%0 dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah lulus SD (31,7%) dan penghasilan keluarga responden terbanyak adalah Rp.400.000,- perbulan atau rata-rata dibawah UMR Jawa Tengah.
2.    Praktik perawatan kehamilan
Hampir semua responden menjawab pernah melakukan perawatan kehamilan (96,7%)dengan cara memeriksakan diri ke petugas kesehatan (bidan / dokter) (80%). Sebanyak 20% responden menyatakan tidak melakukan aktivitas seksual pada saat hamil dan 26,7% lainnya menyatakan kadang-kadang.Apabila ada keluhan ketika hamil 41,7% memeriksakan diri ke petugas kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan pemeriksaan kehamilan pada tri-mester pertama sebanyak 48,3%, sedangkan 23,3% lainnya memeriksakan diri dua kali dan sebanyak 13,4% responden memeriksakan kehamilan setiap yang dikarenakan gangguan kehamilan seperti mual dan muntah. Menurut Depkes RI (1998) frekuensi pelayanan ANC yang dianjurkan minimal 4 kali selama kehamilan yaitu: minimal 1 kali pada tribulan pertama, mini- mal 1 kali pada tribulan kedua dan minimal 2 kali pada tribulan ketiga. Sebanyak 36,6% responden melakukan pantang makanan tertentu karena diperkirakan akan mengganggu diri dan janinnya. Hal yang menggembirakan adalah keterlibatan suami dalam periksa kehamilan cukup besar yaitu 76,6%.
3.    Praktik Persalinan
Bidan paling banyak dipilih oleh responden sebagai penolong persalinan (63,3%) disusul dengan dukun bayi (18,4%). Beberapa alasan yang dikemukakan oleh responden terhadap penolong persalinan yaitu faktor pengalaman kerja (33,3%), kompeten dalam bidangnya (30%), sedangkan 35% lainnya mempunyai alasan pengalaman pertolongan persalinan sebelumnya, pelayanan lengkap (terutata dukun bayi) dan alasan keterdekatan dengan rumah responden. Lokasi tempat pelayanan (kedekatan dengan tempat tinggal) serta peralatan lengkap dan tenaga trampil merupakan alasan terbanyak mengapa mereka memilih sarana pelayanan. Walaupun ada 43,3% yang menyatakan setuju dilayani oleh dokter / bidan perempuan tetapi ada  50% lainnya yang tidak memasalahkan bila dilayani oleh dokter pria. Hal yang menggembirakan, senada dengan keterlibatan suami dalam periksa kehamilan, hampir semua responden (93,4%) menyatakan suami mereka berpartisipasi dalam menyambut persalinan bayi mereka.
4.    Praktik perawatan nifas
Dalam hal praktek perawatan selama masa nifas (setelah ibu melahirkan sampai dengan sekitar 35- 40 hari) beberapa data dapat dipaparkan. Minum jamu yang merupakan kebiasaan sebagian masyarakat suku Jawa juga dilakukan oleh hampir semua responden saat nifas. Hanya satu orang (1,7%) yang dengan jujur menyatakan melakukan hubungan seksual saat nifas, walaupun ini tidak dianjurkan oleh kesehatan dan juga agama (Islam). Selama masa nifas sebagian responden (41,7%) berpantang mengkonsumsi daging dan ikan. Pijat badan untuk mengembalikan kebugaran tubuh setelah bersalin dilakukan oleh 83,3% responden.

Kamis, 20 Desember 2012

Kistosarkoma Fillodes


Kistosarkoma Fillodes/Tumor Fillodes

Penyakit ini adalah fibroadenoma yang tumbuh meliputi seluruh mamma. Ada kalanya demikian besar nyaris tidak tergendong oleh penderita.
Nama kistosarkoma fillodes berasal dari Muller (1838) karena mengandung kista-kista besar di antaranya banyak sekali jaringan ikat sehingga waktu itu diduga sarkoma. Di permukaan tumor terdapat banyak jaringan yang mengingatkan kita pada lembaran-lembaran buku (phyllon).
Tumor ini biasanya jinak, tetapi beberapa diantaranya mempunyai potensi untuk menjadi fibrosarkoma. Tumor ini timbul biasanya pada umur 35-40 tahun. Kulit diatas tumor mengkilap, regang, tipis, merah dengan pembuluh-pembuluh balik yang melebar dan panas.
Pembesaran kelenjar regional atau metastasis jarang ditemukan. Hal ini yang jadi petunjuk untuk membedakan tumor ini dari kanker, karena jarang sekali kita menemukan kanker payudara dengan ukuran diameter 10-15 cm yang tidak bermetastasis dan menginfiltrasi kulit atau toraks.
Oleh karena tumor ini cepat tumbuhnya, kadang-kadang perdarahannya tidak mencukupi dan sering timbul nekrosis dan radang pada kulit. Tumor ini kadang-kadang (walaupun menurut pemeriksaan patologik jinak) memberikan residif. Maka tindakan sebagai terapi, sesuai dengan sifatnya yang mempunyai potesi untuk ganas, juga lebih radikal dari fibroadenoma. Biasanya dilakukan mastektomi ditambah dengan pengangkatan fasia pektoralis, pascabedah diberi radiasi.


Sarkoma

Definisi:
Sarkoma adalah kumpulan sel abnormal yag terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara tidak terbatas/berlebihan (proliferasi), tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh, yang berasal dari jaringan mesodermal. Sarkoma merupakan tumor ganas (kanker).
Makroskopik jaringan sarkoma homogen, menyerupai daging (sark=daging) atau menyerupai subtantia alba otak bila sarkoma itu lebih seluler. Berlainan dengan karsinoma maka sarkoma tumbuhnya lebih ekspansif dari pada infiltratif sehingga merupakan tonjolan dengan batas-batas yang masih jelas.
Konsistensinya berbeda-beda, tetapi yang sering biasanya lunak seperti jaringan otak. Sarkoma  sering mengalami degenarasi mukoid atau mikrosomatosa, nekrosis dan perlunakan. Yang paling sering ialah terjadinya perdarahan akibat banyaknya pembuluh darah berdinding sangat tipis.
Gambaran histologik seperti kasrsinoma, sarkoma pun terdiri atas sel-sel tumor dan stroma. Sarkoma yang berdifensiasi buruk, sel-selnya lebih banyak, sedangkan stromanya hanya sedikit. Bila difensiasi lebih baik, maka jumlah stromanya lebih banyak. Stroma ini berbeda-beda, tergantung pada jenis jaringan asalnya. Osteogenic sarcoma terdiri atas jaringan osteoid, sedangkan pada fibrosarcoma stromanya terdiri atas serabut kolagen atau retikulin.
Perbedaan sarkoma dengan karsinoma
Sarkoma
Karsinoma
-  Sel-sel tumor tersebar, dipisahkan oleh stroma yang banyak. Makin ganas suatu sarkoma, makin seluler tumor tersebut, sehingga stromanya sangat sedikit. Kadang-kadang hanya dapat dilihat dengan pulasan khusus.
-  Sel sarkoma mempunyai sifat mesoblastik, yaitu batas-batas sel tidak jelas, sering cabang-cabang sitoplasmanya masuk ke dalam stroma.
-  Pembuluh darah lebih banyak jumlahnya, terletak diantara sel dan dalam bantuk kapiler atau sinosoid. Adanya pertumbuhan yang ekspansif menyebabkan pembuluh darah tersebut tertekan sehingga sering terjadi perdarahan.
-  Mitosisnya tidak begitu banyak.
-  Sel datia tumor sering ditemukan
-       Sel-sel tumor berkelompok, stroma mengelilinginya, tidak mengelilingi tiap sel dalam kelompok.
-       Batas sel pada karsinoma lebih jelas dibandingkan dengan sarkoma.
-       Pembuluh-pembuluh darah terletak di dalam stroma, di luar kelompok sel, sehingga sel-sel karsinoma sering mengalami nekrosis.
-       Mitosis lebih banyak ditemukan dan tidakbegitu berarti karena dapat terjadi pada keadaan-keadaan lain seperti proses radang atau rangsang  menahun.
-       Sel datia tumor tidak sering ditemukan.

Etiologi sarkoma
Bahan-bahan yang dapat menyebabkan terbentuknya kanker disebut karsinogen. Menurut jenisnya karsinogen dapat berupa:
1.      Karsinogen kimia
Etiologi kanker pada awalnya dikemukakan oleh Sir Percival Pott (1775) bahwa kanker kulit banyak ditemukan pada orang-orang yang pekerjaannya sering berhubungan dengan jelaga, yaitu orang-orang yang pekerjaannya membersihkan cerobong asap rumah. Maka jelaga sering dianggap sebagai penyebab kanker kulit.
Pada tahun 1915 Yamagiwa dan Ichikawa melakukan percobaan dengan dengan jalan mengecatkan tir pada telinga kelinci tiap hari selama 6 bulan berturut-turut dan berhasil menimbulkan kanker kulit pada telinga kelinci tersebut. Tir mengandung bermacam-macam zat.
Pada tahun 1932 Kennaway dan Cook melakukan penelitian dan diketahui bahwa zat aktif yang menyebabkan kanker ialah hidrokarbon polisiklik (polycyclic hydrocarbons). Hidrokarbon memiliki daya karsinogenik paling sedikit harus mempunyai 3 ikatan karbon yang aktif yang disebut PHENATRENE. Inti phenatrene ini terdapat pada benzpyrene, benzanthracene, dan cholanthrene.
Zat-zat kimia yang memiliki daya karsinogenik ialah:
-     zat warna azo, misalnya dimetylaminoazobenzen (butter yellow) yang dapat menimbulkan kanker hati bila ada defisieni vitamin riboflavin.
-     Zat warna anilin, yang sering menimbulkan kanker kandung kemih pada orang-orang yang bekerja dengan zat warna ini. Zat aktif yang mempunyai daya karsinogenik ialah betanaphtylamine.
-     Alkylating agents, seperti nitrogen mustard yang mempunyai khasiat radiomimetik.
-     Golongan plastik yang lebih merupakan karsinogen fisik karena mengganggu hubungan antar sel jaringan yang berkontak dengannya.
-     Asap rokok sering menimbulkan kanker paru-paru. Hidrokarbon terisap dalam asap rokok mempengaruhi terbantuknya karsinoma bronchogenik.
-     Yang penting dalam kehidupan sehari-hari ialah aflatoxin yang berasal dari jamur aspergillus flavus yang terdapat pada kacang tanah. Jamur alin yang memiliki daya karsinogenik ialah penicillin griseofulvin.

2.  Virus
Walaupun pada manusia belum pasti tetapi jelas pada binatang percobaan viru merupakan penyebab kanker, misalnya virus sarkoma (Rous) ditemukan pada burung, virus yang ditemukan pada fibroma dan papiloma kelinci (Shope) dan virus (Bittner) yag temukan pada kanker payudara mencit.
Rowe membagi karsinogen virus ini atas 4 golongan besar:
-     Papovavirus
-     Adenovirus
-     Poxyvirus
-     Myxovirus-like
Papova dan adenovirus terletak dalam inti sel, poxyvirus dalam sitoplasma, dan myxovirus terletak pada permukaan sel.
Mc Culloch mengemukakan 3 kemungkinan cara kerja virus sehingga menyebabkan kanker:
-     Virus penyebab berada dalam sitoplasma sel tumor, tetapi berada disitu untuk terbentuknya sifat-sifat sel tumor.
-     Virus menyebabkan mutasi somatik, menimbukan perubahan yang menetap pada sel sehingga terbentuk neoplasma. Sekali terbentuk neoplasma maka peranan virus berakhir.
-     Virus berada dalam sel tetapi tidak dapat dilihat.
Boyd berpendapat bahwa virus seperti enzim merupakn nukleoprotein yang dapat menimbulkan tumor dengan jalan mengganggu mekanisme susunan enzim.

3.  Karsinogen fisik
Kebanyakan bentuk energi fisik mempunyai daya karsinogenik. Yang sangat penting ialah sinar radio aktif yang ditimbulkan oleh sinar X, radium, dan bom atom yang dapat menyebabkan timbulnya kanker kulit, leukemi. Kadang-kadang sarkoma tulang, karsinoma payudara dan thyroid. Sinar tersebut mungkin menyebabkan perubahan nukleoprotein dari pada kromosom sel sehingga terjadi kanker.

4.  Hormon
Sangat penting untuk menyebabkan terjadinya tumor pada binatang percobaan. Tapi cara kerjanya belum diketahui dengan pasti. Tidak diketahui apakah bekerja sebagai kersinogen penuh atau hanya sebagai promotor. Mungkin juga hanya mempengaruhi fiiologi jaringan sedemikian rupa sehingga mudah dipengaruhi karsinogen sebenarnya. Menurut Furth (1961) hormon yang bekerja sebagai promotor.
Melihat asalnya maka karinogen ini dapat berasal dari luar tubuh atau eksogen, seperti karsinogen kimiawi, virus, dan fisik. Dapat pula berasal dari dalam tubuh atau endogen seperti hormon sex.

Penyebaran sarkoma
Penyebaran jauh (metastasis) berlangsung dengan cara hematogen. Hal ini dimungkinkan dengan adanya pembuluh darah yang banyak dan berdinding tipis. Anak sebar mula-mula terbentuk pada paru-paru, walaupun demikian kadang-kadang sel tumor dapat melalui paru-paru dan membentuk anak sebar pada alat-alat tubuh yang lain. Penyebaran jauh dengan cara limfogen sangat jarang, hanya terjadi pada kira-kira 5 sampai 10% dari penderita sarkoma. Sarkoma dapat terjadi pada semua bagian tubuh tetapi yang sering ialah pada tulang, jaringan sub cutis, fascia, dan otot.
Klasifikasi sarkoma
Sarkoma dapat dinamai secara sitologik atau secara histologik. Pebagian secara sitologik bersarkan bentuk selnya, maka sarkoma dibagi atas:
1.      Sarkoma sel bulat, terdiri atas sel-sel yang berbentuk bulat.
2.     Sarkoma sel kumparan, terdiri atas sel-sel yang berbentuk kumparan.
3.     Sarkoma sel campuran, terdiri atas sel-sel yang berbentuk bulat dan kumparan.
4.     Sarkoma sel datia, bila sebagian besar terdiri atas sel datia.

Pembagian secara histologik berdasarkan asal jaringannya. Yang berasal dari jaringan ikat disebut fibrosarcoma, dari jaringan tulang disebut osteogenic sarcoma. Dari tulang rawan disebut chondrosarcoma. Pembagian ini lebih memuaskan. Tetapi pada keadaan tertentu, yaitu pada sarkoma yang berdiferensiasi sangat buruk, tidak mungkin lagi dapat ditentukan jenis atau asal selnya.
1.      Fibrosarcoma
Tumor ini merupakan tumor ganas yang berasal dari fibroblas. Sel – selnya berbentuk kumparan (spindle cells). Sel – selnya ini biasanya berukuran besar atau kecil. Fibrosarcoma dengan sel – sel kumparan berukuran besar biasanya lebih ganas. Fibrosarcoma yang sangat buruk diferensiasinya biasanya berbentuk bulat dan sering disebut sarkoma sel bulat (round cell sarcoma). Stroma sarcoma sangat berbeda – beda jumlahnya. Fibrosarcoma yng berdiferensiasi baik biasanya stromanya banyak, fibriler, shg sering sukar dibedakan dari fibroma yang kaya akan sel. Dalam hal ini adanya mitosis sangat penting. Bila ditemukan tumor tersebut sudah merupakan fibrosarcoma yang berdiferensiasi baik.

2.     Neurosarcoma (Neurofibrosarcoma)
Neurosarcoma biasa berasal dari nurofibroma atau schavannoma. Tumbuh pada syaraf perifer yang letaknya dalam. Sifatnya tidak begitu ganas. Mula – mula setempat dengan batas – batas yang tegas tetapi lambat laun akan tumbuh infiltratif ke jaringan sekitarnya dan menimbulkan residif. Gambaran histologik menyerupai fibrosarcoma, hanya sel – sel berbentuk kumparan pada neurogenic sarcoma membentuk berkas – berkas jalannya berjalin – jalin. Sering kedua jenis sarcoma ini hanya dapat dibedakan dengan melakukan pulasan – pulasan khusus (pulasan trichrome dan retikulin). Tumor ini sangat radioresisten.


3.     Osteosarcoma (Osteogenic Sarcoma)
Tumor ini sering ditemukan dan terjadi pada ujung – ujung tulang panjang yaitu metafisis. Sel – sel tumornya ialah osteoblas. Pada tumor ini terjadi pembentukan jaringan osteoid dan jaringan tulang baru sehingga mudah dikenal. Osteogenic sarcoma merupakan tumor primer tulang yang sifatnya paling ganas.

4.     Chondrosarcoma
Chondroma dapat menjadi ganas dan disebut chondrosarcoma. Tumor ini tumbuh pada tulang – tulang panjang dan tulang gepeng seperti strenum, pelvis dan tulang iga. Chondrosarcoma yang berdiferensiasi buruk, histologinya mudah dikenal. Bila berdiferensiasi baik kadang – kadang sukar dibedakan dengan chondroma. Dalam hal iini keterngan klinik misalnya tumbuhnya sangat cepat dan gambaran makroskopik (adanya pertumbuhan infiltratif) sangat penting untuk menyokong diagnosis chondrosarcoma. Pada tumor ini sering terjadi degenerasi miksomatosa. Chondrosarcoma bisa ganas sejak semula.

5.     Liposarcoma
Liposarcoma tidak jarang terjadi seperti umumnya disangka. Hal ini disebabkan karena tumor tersebut sering tidak dikenal sebagai liposarcoma terutama bila tidak dilakukan pulasan khusus untuk zat lemak. Tumor ini dapat terjadi pada semua bagian tubuh yang mengandung jaringan lemak tetapi biasanya ditemukan sekitar jaringan otot, sendi dan pada jaringan lemak retroperitonial atau perirenal.
Mula – mula tumor ini bersimpai, sering kambuh jika telah diangkat, kemudian infiltratif sehingga prognosis sangat buruk. Gambaran makroskopiknya sangat berbeda untuk tiap tumor, maupun untuk tiap bagian pada satu tumor. Sel – selnya umumnya berbentuk kumparan atau polihedral. Sitoplasmanya granuler, kadang – kadang mengandung lemak yang dapat dilihat dengan pulasan Sudan. Sel – sel polihedral besar dan pucat menyerupaisel – sel epitel sehingga sering dikscsuksn dengan anaksebarhyperneprhoma, terutama bila tumor tersebut terletak pada tulang. Sel – sel yang menyerupai sel lemak fetal dan sel datia tumor juga sering ditemulan.


6.     Myxosarcoma
Bukan merupakan golongan tumor tersendiri. Myxosarcoma terjadi karena suatu sarcoma mengalami degenerasi miksomatosa atau berlendir.

7.     Chordoma
Tumor ini berasal dari chorda dorsalis. Biasanya terjadi pada ujung atas dan ujung bawah columna vertebralis. Di bagian atas tumor ini tumbuh di antara fossa hypophysialis dan foramen magnum sedangakan di bagian bawah terletak di daerah sacro coccygeal. Tumor ini derajad keganasannya rendah, tumbuh infiltratif dan mengadakan penyebarab jauh (metastatus) baru pada stadium akhir. Tumor ini dapat mencapai ukuran besar, konsistensinya kenyal, warnanya mengkilap seperti chorda dorsalis, dipisahkan oleh bercak – bercak perdarahan.
Makroskopik chordoma terdiri atas sel – sel besar yang sitoplasmanya jernih dan bervakuol karena mengandung zat nukoid. Sel – sel ini disebut sel fisalifor yang khas untuk chordoma. Sel – sel tumor letaknya saling berdekatan tanpa substansi interseluler sehingga chordoma dapat dikacaukan dengan karsinoma yang mengalami degenerasi mukoid.

8.     Leiomyosarcoma
Adalah tumor ganas yang berasal dari otot polos. Tumor in banyak terjadi pada uterus yang sebetulnya merupakan fibromyoma. Biasanya timbul pada masa reproduksi (child bearing age). Tidak prnh tumbuh sebelum pubertas dan sesudah menopause. Leiomyosarcoma jarang mnimbulkan metastasis dan sering tidak tumbuh lagi setelah diangkat.

9.     Sarkoma Botryoides (Carcinosarcoma)
Tumor ini jarang ditemukan, tetapi amat menarik perhatian. Tumor ini terdiri atas beberapa jaringan yang berasal dari mesoderm. Dapat ditemukan jaringan ikat, jaringan miksomatosa, otot polos, otot seran lintang, tulang rawan, tulang, dan kadang-kadang epitel atau kelenjar, seperti yang dijumpai pada mukosa alat kelamin wanita.
Gambaran makroskopiknya menunjukan sebuah tumor menyerupai sekelompok besar buah anggur, bulat, multilobuler mengisi dan kadang-kadang bahkan menonjol keluar vagina. Karena bentuk tumor ini menyerupai tangkai buah anggur, maka disebut botryoides.
Warna permukaan kelabu kuning seperti gelantin dan sangat rapuh sehingga bagian-bagian sering terlepas, menyebabkan perdarahan dan infeksi sekunder.
Selain pada vagina tumor juga dijumpai pada uterus. Terdapat pada semua umur,juga pada anak-anak.
Pada anak-anak, tumor tersebut mengadakan infiltrasi lokal dan meninggalnya penderita karena menembus ke peritoneum atau obstruksi saluran kemih. Pada orang dewasa ditemukan anak sebar pada alat tubuh yang jauh letaknya. Prognosis buruk, penderita meninggal dalam jangka 1-2 tahun.
Berbeda dengan vagina, pada servik sering ditemukan kelainan. Biasanya dihinggapi radang tidak tersifat dengan keluhan yang sering ditemukan, yaitu flour albus (leucorrhoea, keputihan). Selain itu, pada servik sering ditemukan carcinoma cervicis, suatu bentuk neoplasma yang menduduki salah satu tempat teratas dalam daftar sebab kematian akibat tumor ganas pada wanita.

10.   Endometrial Stromal Sarcoma
Berasal dari stroma endometrium yang terapat di dalam myometrium dan menunjukan gambaran sarkomatosa.

Diagnosis
1.      Anamnesis
Pada stadium dini, kanker biasanya belum menimbulkan keluhan atau rasa sakit. Biasanya penderita menyadari bahwa tubuhnya telah terserang kanker ketika sudah timbul rasa sakit, padahal saat ada keluhan tersebut kanker sudah memasuki stadium lanjut.
Pengenalan gejala kanker perlu dilakukan sedini mungkin meskipun tida ada rasa gangguan atau rasa sakit. Dengan mengetahui serangan kanker yang masih dalam stadium dini angka presentase kesembuhan semakin besar.
                                                                                                                                            
Pengenalan gejala kanker dapat dilakukan sendiri dengan cara WASPADA yang merupakan kependekan dari istilah – istilah sebagai berikut :
W  = waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau gangguan.
A   = alat pencernaan terganggu dan susah menelan.
S    = suara serak dan batuk yang tak kunjung sembuh.
P    = payudara atau di tempat lain ada benjolan.
A   = andeng – andeng atau tahi lalat berubah sifat, menjadi semakin besar dan gatal.
D   = darah atau lendir yang tidak normal keluar dari lubang – lubang tubuh.
A   = ada luka yang tidak bisa sembuh.

2.     Pemeriksaan fisik
Yaitu dengan penglihatan mata biasa diperhatikan jaringan tumor itu. Sarkoma ditandai dengan timbulnya makula yang berwarna merah ungu atau biru – coklat, plak (plaque) dan nodula pada kulit dan organ tubuh yang lain. Lesi pada kulit jelas, keras atau lembek, soliter atau bergerombol.

3.   Pemeriksaan histologik
Pemeriksaan histologik hingga kini masih merupakan cara yang paling penting untuk menegakkan diagnosa sarkoma. Pada tumor kecil, jaringan diperoleh dengan cara eksisi. Jika tumor besar dapat dilakukan eksisi percobaan atau biopsi sebagian. Ada yang berpendapat bahwa berbahaya untuk melakukan sayatan pada jaringan tumor dan menunggu 3 – 4 hari sebelum dapat melaksanakan operasi yang definitif karena ada kemungkinan sel – sel tumor menyebar melalui pembuluh yang terbuka pada luka sayatan.
Jaringan tumor yang akan diperiksa difisasi dala cairan formalin 10%. Ahli patologi anatomik mempunyai berbagai cara untuk mengolah jaringan ini. Cara yang klasik ialah dengan blok paraffin dan dipulas dengan hematoksilin dan eosin. Cara ini memerlukan waktu 24 jam. Yang cepat adalah potong beku (frozen section, vriescoupe). Cara ini banyak digunakan pada operasi cepat. Jaringan segar atau yang telah difiksasi setelah dibekukan oleh karbon dioksida dipotong dengan mikrotom atau cryostat. Sediaan histologik dapat diperiksa dalm beberapa menit dan diagnosis tepat sampai 50 – 95%.
Manfaat potong beku ialah dapat menentukan keganasan dengan cepat dan menentukan batas sayatan apakah sudah bebas dari tumor atau tidak.

4.Biopsi jarum – biopsi aspirasi
Cara ini memerlukan ketrampilan ahli klinik dan ahli patologi anatomik untuk menegakkan diagnosis dari sepotong jaringan kecil berbentuk toraxs. Penganbilan jaringan dengan membuta, mudah sekali luput dari suatu tonjolan yang dimaksud. Selainitu dapat terjadi penyulit berupa perdarahan setelah biopsi atau fistula bilier pada penderita icterus obstructiva. Cara ini banyak dikembangkan karena hanya memerlukan sedikit persiapan yaitu hanya anastesi lokal dan dapat dikerjakan pada penderita yang berobat jalan.

5.Pemeriksaan darah tepi
Teknik pemeriksaan hematologik banyak ditemukan dalam dignosis kanker. Salah satu cara ialah isolasi dan menentukan sel – sel tumor pada peredaran darah. Sel – sel tumor ini terlepas dan masuk ke dalam peredaran darah. Biasanya sangat sedikit sel yang ditemukan pada pemeriksaan pulasan darah rutin. Sel – sel tumor dikumpulkan dengan sedimentasi, sentrifugasi darah dalam larutan albumin atau larutan – larutan lain yang mempunyai berat jenis tertentu. Penghancuran selektif peredaran darah.
Biasanya sangat sedikit sel yang ditemukan pada pemeriksaan pulasan darah rutin. Sel – sel tumor dikumpulkan dengan sedimentasi, sentrifugasi darah dalam larutan albumin atau larutan – larutan lain yang mempunyai berat jenis tertentu. Penghancuran selektif sel – sel darah merah dengan saponin atau enzim – enzim dan sel – sel darah putih dengan streptolisin 0, kemudian disaring dan filtrat yang mengandung sel – sel tumor disentrifugasi dengan kecepatan tinggi untuk mengendapkan sel – sel tumor yang lebih besar (Alexander dan Spriggs; Ericksson). Dengan cara ini sel – sel tumor dapat ditemukan 10 – 30% dari kasus – kasus dengan neoplasma. Kebanyakan sel neoplasma ini akan menjadi rusak karena itu adanya sel – sel tumor dalam peredaran darah tidak berhubungan dengan adanya metastasis.(Pruitt,dkk)


6.     Pemeriksaan hormon dan enzim
Pemeriksaan hormon dan enzim dapat membantu diagnosis kanker. Terbentuknya fosfatase asan karena adanya anaksebar karsinoma prostat dalam tulang membantu diagnosa neoplasma. Adanya hormon chorionic gonadotropin dalam air kemih laki – laki atau dalam serum darah menunjukkan adanya choriocarcinoma pada testis atau ekstragonadal. Kadar yang meninggi pada wanita di luar kehamilan merupakan tanda yang penting adanya mola hydatidosa atau choriocarcinoma.

7.Pemeriksaan sitologik
Disebut pula sitologi eksfoliatif suatu cara diagnostik yang penting untuk menemukan kanker. Dasar pemeriksaan ini ialah:
-   Perubahan patologik yang disebut anaplasi yang merupakan perubahan sifat sel tumor ganas dan yang merupakan perubahan dari sel normal.
-   Sel – sel tumor ganas kohesinya kurang daripada sel normal sehingga mudah terlepas.

Pencegahan dan pengobatan
Kanker dapat dikatakan sebagai penyakit gaya hidup karena dapat dicegah dengan melakukan gaya hidup sehat dan menjauhi faktor- faktor resiko terserang kanker.

Pencegahan kanker
Dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.      Hindari makanan tinggi lemak, makanan instan yang mengandung bahan pewarna dan bahan pengawet serta makanlah makanan dengan gizi seimbang.
2.     Hindari hubungan seksual dengan pasangan yang bukan suami istri sendiri atau berganti – ganti pasangan.
3.     Hindari asap rokok atau berhentilah merokok.
4.     Hindari stres dan konflik yang berkepanjangan.
5.     Hindari terkena sinar matahari yang berlebihan.
6.     Periksakan kesehatan secara berkala.
7.     Minumlah air murni yang sudah melalui proses penyaringan.
8.     Hindari terapi hormon sintetis.
9.     Hindari berKB dengan penggunaan hormon sintesis dalam jangka waktu lama.
10.   Rutin mengkonsumsi vitamin A, C, E, B kompleks dan suplemen yang bersifat antioksidan dan peningkat daya tahan tubuh.

Pengobatan
Tidak semua kanker yang telah dideteksi atau ditemukan dapat disembuhkan. Namun, semakin dini kanker ditemukan dan diobati, semakin besar kemungkinan untuk sembuh.
Tujuan pengobatan kanker adalah:
v  Penyembuhan (kuratif) yaitu membebaskan penderita dari kanker untuk selamanya. Penyembuhan ini hanya berhasil jika kanker yang diderita masih stadium dini, kanker lokoregional atau kanker yang penyebarannya belum meluas dan ukurannya masih kecil.
v  Meringankan (paliatif) yaitu tindakan aktif guna meringankan penderita kanker terutama yang tidak mungkin disembuhkan lagi. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, mengatasi terjadinya komplikasi dan mengurangi atau menghilangkan keluhan penderita.
v  Jenis pengobatan yang digunakan pada dasarnya sama yaitu pembedahan, penyinaran (radiotherapy) dan dengan obat – obatan (chemotherapy). Jika cara ini tidak mungkin, paliatif dapat dilakukan, pengembirian, adrenalektomi dan hipofisektomi terutama pada tumor yang bergantung kepada hormon seperti karsinoma prostat dan payudara.
Ø  Pembedahan
Pada eksisi neoplasma dengan skalpel selain mengeluarkan jaringan tumor, harus diperhatikan kemungkinan adanya infiltrasi ke jaringan sekitarnya. Pembedahan kanker memerlukan pengetahuan luas mengenai sifat pertumbuhan tumor dan cara penyebarannya. Yng menjadi persoalan adalah menentukan batas sayatan apakah sudah bebas dari jaringan tumor yang merupakan penyebaran lokal. Hal lain yang harus diketahui ialah fokus – fokus penyebaran jauh.


Ø  Penyinaran (radiotherapy)
Penggunaan sinar untuk menghancurkan tumor berdasarkan kenyataan bahwa sel – sel ganas lebih sensitif terhadap penyinaran daripada sel – sel normal. Tetapi jaringan normal pun dipengaruhi dipengaruhi oleh penyinaran karena itu pada radioterapy harus diusahakan terjadinya perbedaan efek yang nyata. Radiosensitivitas biasanya dihubungkan dengan pertumbuhan yang berdiferensiasi buruk dari sel – sel yang cepat membelah tetapi juga merupakan sifat tertentu beberapa jenis tumor tersebut.
Khasiat penyinaran dan pengobatan kanker bergantung kepada dua hal, pertama jumlah sinar yang diserap oleh jaringan tumor dan kedua ialah radiosensitivitas tumor tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa pengobatan tumor dengan sinar merupakan satu – satunya pilihan bila tumor itu termasuk radiosensitif, berdiferensiasi buruk maka diberikan dalam dosis tinggi tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Ø  Pengobatan kimiawi (chemotherapy)
Khemotherapy tampaknya merupakan cara yang lebih baik untuk pengobatan kanker. Bahan kimia yang dipakai diharapkan dapat menghancurkan sel – sel yang oleh pembedahan ataunpenyinaran tidak dapat dicapai. Mencari bahan kimia yang dapat diberikan secara intravena dan yang akan dipusatkan dalam, serta menghancurkan sel – sel kanker merupakan salah satu pekerjaan yang diakukan oleh pusat – pusat penelitian kanker.


Peran bidan
1.      Bidan dapat memberikan KIE pada klien tentang penyakitnya
2.     Bidan dapat memberikan motivasi pada klien
3.     Bidan dapat melakukan rujukan ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi
4.     Bidan dapat melakukan kolaborasi dengan dokter SPOG